Tak Selamanya Doger Itu Monyet

Senin, 11 Mei 2009


Sudah sejak awal tahun ini, beberapa perempatan di Kota Bandung ramai dengan atraksi doger monyet. Tak kurang dari 11 titik perempatan, atraksi ini hadir menemani para pengemudi kendaraan. Termasuk saya.

Entah siapa yang memulai namun yang jelas monyet-monyet yang beraksi disana memang pintar membuat orang tersenyum bahkan tertawa terbahak.

Buat saya, kalau sekedar melihat gaya “Ongky pergi ke pasar” atau “ Ongky maen bola” sih kayaknya sudah terlalu basi. Maklum saya kan pengamat permonyetan (hehehe….). Tapi kalau melihat si “Ongky” menggunakan peci, sarung, menggelar sajadah dan lantas menggerakan tangan seakan takbiratul ikhram, ini sesuatu yang baru buat saya. Dahsyatnya lagi, si “Ongky” melakukan gerakan lain seperti ruku hingga sujud. Hebat! Decak saya.

Selain berperan sebagai orang eh monyet yang sedang sholat, si “Ongky” pun dapat memainkan peran-peran lain. Dari mulai bergaya ala Kurt Cobain (soalnya setelah bermain gitarnya lantas dibanting-banting), tiarap memegang bambu runcing seperti arek-arek Suroboyo, sampai menaiki motor memakai helm plus jaket bak Valentino Rossi.

Namun yang peran baru si “Ongky” yang menurut saya lebih menarik daripada yang lainnya. Yaitu ketika si “Ongky” memakai topeng SBY sambil memegang tongkat berposter Partai Demokrat. “Ongky” Berjalan hilir mudik mirip orang sedang berdemo. Tak lupa diacungkan juga poster tersebut naik turun. Gila… Monyet saja dukung SBY pikir saya.

Aksi-aksi yang diperankan si “Ongky” sebenarnya tidak hanya sampai disitu. Masih banyak yang lainnya tapi sengaja tidak saya sebutkan. Saya hanya ingin memberitahukan bahwa “Ongky” memang bisa demikian karena ia dilatih dan dikendalikan untuk seperti itu. Ia pun bisa secara instant dipinjamkan oleh empunya kepada siapa saja yang ingin menyewanya untuk menghasilkan uang. Persis seperti yang dilakukan orang-orang di perempatan jalan itu. Mereka bilang pada saya kalau sebenarnya mereka bukan empu si monyet. Mereka hanya menyewa pada si empu sebesar Rp. 15.000. Sedangkan mereka akan mendapatkan hasil sekitar Rp. 100.000 – 150.000/hari.

Jujur sebenarnya saya kasihan pada monyet-monyet itu. Ini bukan berdasar karena monyet adalah nenek moyang kita seperti yang Darwin bilang (saya tidak percaya teori Darwin) tapi karena hal tersebut tidak berperikehewanan. Mereka hanya dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan bagi manusia tetapi timbal balik dari manusia tidaklah sebanding dengan apa yang mereka terima.

Saya tidak bermaksud untuk menyalahkan mereka pengguna monyet-monyet tersebut. Sebab di alam kapitalis serta sistem yang rusak seperti sekarang ini, hidup bermotif sekedar mencari secuap nasi pun terasa begitu berat. Mereka akhirnya harus berada di jalanan tanpa pengaman dari kepanasan, polusi, penyakit, dll. Padahal kalau dibandingkan, uang yang didapat tidaklah sebanding dengan rusaknya organ-organ tubuh yang akan terasa suatu saat kelak. Mengenaskan.

***

Syahdan di suatu negeri antah berantah. Dari sejak awal tahun, perempatan di negeri mereka ramai dengan spanduk & poster. Tak kurang dari 48 macam bendera hadir di tengah para pengemudi kendaraan. Semuanya menampilkan foto-foto manusia yang kalau dijumlahkan jumlahnya mencapai angka ribuan.

Entah siapa yang pertama kali memulai namun yang jelas manusia-manusia ini pintar sekali bergaya untuk fotonya. Sesekali dibawahnay ditulsikan beberapa kata-kata yang begitu mempesona.

Buat yang sudah terbiasa lihat foto, gaya portrait ala foto KTP kayaknya sudah terlalu basi. Tapi kalau melihat foto dengan gaya aneh-aneh bisa jadi itu suatu yang baru bahkan luar biasa. Seperti –katanya- ada foto yang menampilkan kalau seseorang dari mereka berpakaian bak Superman. Lengkap dengan kuncir S di depan jidatnya. Tak lupa tangan kanan dikepal dan di majukan. Mirip dengan gamabar superhero di coklat Superman. Hebatlah!

Selain berperan sebagai orang bak superhero, beberapa dari mereka pun ada yang memainkan peran-peran lain. Dari mulai yang mengaku sohib David Bekcham, bergaya petani yang sedang macul, sampai yang berlagak ala rockstar dengan dandanan penuh dengan bahan-bahan dari kulit

Namun –katanya- ada yang lebih menarik daripada yang lainnya. Kalau yang lain berlagak seperti artis karena memang mereka bukan artis tapi ada sebagian foto yang memang artis beneran. Bukan sulap bukan sihir. Mereka artis yang memang benar-benar artis. Gila… artis saja yang sudah terkenal begitu pasang aksi di jalanan!

Aksi-aksi yang diperankan orang-orang di negeri antar berantah sebenarnya tidak hanya sampai disitu. Masih banyak yang lainnya. Namun intinya hanya ingin memberitahukan bahwa mereka memang bisa demikian karena ia dilatih dan dikendalikan untuk seperti itu. Mereka bisa secara karbitan diciptakan agar sesuai dengan apa yang dipikirkan. Bahkan disewakan dirinya untuk menghasilkan uang pun bisa.

Mereka bak boneka yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan di kemudian hari. Besarnya entah berapa. Yang jelas besar sekali. Namun sebenarnya pendapatan mereka tidaklah seimbang apabila dibanding dengan orang-orang yang sebenarnya menguasai mereka.

***

Beberapa hari yang lalu, saya sudah tidak melihat lagi doger monyet di perempatan. Katanya sih diciduk Polisi Pamong Praja (tapi kemarin saya melihat mereka kembali memenuhi perempatan-perempatan jalan lagi.)

Katanya lagi. Menurut kabar dari negeri yang antah berantah, Poster & spanduk berfoto orang-orang di banyak perempatan jalan pun sekarang nyaris sudah tidak ada.

Entah kenapa sampai sekarang foto-foto itu tidak nampak lagi. Semoga saja ketidaknampakan mereka bukan berarti akan mencari perempatan jalan di negeri lain. Seperti di kota saya ini. Saya memang bukan orang yang mempunyai kewenangan untuk menolak itu semua. Tapi sumpah! Di kota saya ini sudah terlalu perempatan jalan yang dipenuhi orang-orang yang mencari duit dengan doger monyet. Kecuali mereka sangat memaksa dan mau dianggap doger monyet, ya silakan!

0 komentar: