Pscyho

Senin, 11 Mei 2009


Hahaha…

Saya tertawa sendiri hari ini. Bukan karena Opera Van Jawa yang lucunya parah banget malam tadi. Akan tetapi lucu terhadap diri saya sendiri.

Masalahnya sih kecil. Saking kecilnya mungkin bisa dibilang ga penting. Jauh berbeda dengan masalahnya Antasari Azhar yang digosipkan ada main dengan Rani Juliani. Ini hanya sebuah polemik –kayaknya kedungungan deh- atas 2 buah kata yang baru saya ketahui perbedaannya beberpaa menit yang lalu.

Saya yakin banyak orang yang sudah mengetahui perbedaan dua kata tersebut. Tapi tidak menutup kemungkinan juga ada yang masih ragu (kalau tidak mau dikatakan odong-odong) seperti saya. Kedua kata tersebut adalah; Psikolog & Psikiater.
Sekilas memang terkesan sama. Betul tidak?

Yang bilang sama seperti saya kayaknya bego banget. Orang jelas gitu 4-5 huruf dibelakang berbeda. Kok masih dibilang sama. Sama darimananya? Dari Hongkong?!:p

Saya menganggap Psikolog & Psikiater itu adalah tidaklah jauh berbeda. Podo wae. Mereka sama-sama lulusan dari fakultas psikologi. Psikiater itu lulusan S2 Psikolog, sedangkan Psikolog adalah ahli tentang psikologi yang dulunya memang lulusan psikologi. Jadi, seorang Psikiater belum tentu dia psikolog akan tetapi seorang Psikolog sudah pasti seorang Psikiater. Begitu yang saya pikirkan. Dulu.

Faktanya ternyata apa yang saya pikirkan salah besar. Menurut Kamus umum Belanda Indonesia karya Prof. Drs. S. Wojowasito, kedua kata ini adalah kata serapan Belanda. Kata psycholoog berarti ahli jiwa sedangkan pscyhiater diberi arti dokter (penyakit) jiwa a.k.a Schizophrenia cs. Seorang dikatakan sebagai Psikolog ketika dia telah lulus dari fakultas psikologi dan menempuh Magister profesi Psikologi. Sedangkan Psikiater adalah seorang lulusan fakultas kedokteran yang telah menyelesaikan pendidikan spesialisasi kedokteran jiwa.

Selain itu, ada juga perbedaan mendasar dalam mengaplikasikan ilmunya di tengah pasien/kliennya. Psikiater memberikan pelayanan berupa psikoterapi dan berhak membuat resep untuk obat-obatan psikofarma yang dibutuhkan pasien. Ia adalah pure medical doctor. Sementara, Psikolog melayani kliennya melalui konselin dan psikoterapi. Ia dapat merujuk klien atau pasien ke Psikiater bila memang membutuhkan perawatan medis. Namun dia tidak berhak untuk memberikan obat-obatan medis. Kecuali –mungkin- permen Sugus atau Bala-bala ketika sedang konseling dengan kliennya. Hehehe…

Kalau begitu, pantas saja saya sempat ditertawakan beberapa waktu yang lalu. Ketika itu saya pergi ke Rumah Sakit Jiwa untuk minta tes Psikologi. Niatnya sih ingin tahu sampai sejauh mana potensi diri saya & kemana sebaiknya harus diarahkan. Alih-alih diarahkan yang ada saya malah ditertawakan oleh pegawai-pegawai Riau 11. Beruntung saya tidak langsung diringkus oleh mereka lalu dimasukan ke dalam ruang emergency perawatan. Kalau sampai itu terjadi mungkin saya sekarang sedang asyik bercengkrama dengan “mereka”. Atau mungkin juga saya sudah menjadi bos “mereka” di Riau 11. Sebab saya orang yang paling waras diantara mereka. Hebat kan?

Tapi kalau dipikir-pikir, emang menjadi Bos orang-orang ga waras patut dibanggakan ya? Perasaan ga ada orang yang mau memimpin orang gila. Kecuali ya orang gila itu sendiri. Lalu kalau begitu apa saya juga gila ya??? Oh… TIDAKKKKKK

0 komentar: