Rasisbasisme

Rabu, 22 April 2009


Baru saja melek dari tidur saya sudah disuguhi gambar yang membuat mata saya terbelalak. Suguhan berita di TVOne pagi tadi memang cukup mencengangkan. Beruntung setelah bangun dini hari tadi TV tak lantas saya matikan. Kalau tidak saya tak akan melihat momen spektakuler seperti tadi.

Gambar yang saya lihat sebenarnya sih sederhana saja. Hanya gambar seorang laki-laki kecil berjenggot sedang berpidato dihadapan orang banyak. Akan tetapi efek pidatonya itu yang membuat sebagian orang terkencing-kencing. Mereka sontak memilih untuk keluar ruangan. Sementara sebagian lain bertepuk serta menyoraki pidato orang tersebut. Orang-orang yang persis tepat dibelakangnya hanya bisa melihat dengan mimik keheranan. Sungguh suatu pemandangan yang sangat-sangat menarik bagi saya.

Saya rasa pemandangan eksotik ini tak akan pernah ada kalau bukan orang itu yang membuat ulahnya. Seperti juga pernah tahun 2001 lalu di Durban, Afrika Selatan, keputusannya berdiri di podium lantas berkoar-koar ternyata tak jauh berbeda dengan kejadian di TV.

Lantas siapakah pembuat onar itu?

Ya siapa lagi kalau bukan Ahmadinejad sang fenomenal!

Meski disatu sisi saya memiliki beberapa ketidaksepakatan dengan Ahmadinejad, namun untuk apa yang dilakukannya kemarin di Jenewa –dalam rangka Konferensi Dunia Antirasisme- saya sangat sepakat dengannya. Kesepakatan itu tak lain karena dia mengatakan kembali bahwa Israel adalah negara rasis yang harus disadarkan atas kesalahannya.

Pernyataannya ini sebenarnya lebih lembut dari apa yang dia sampaikan dulu di Durban. Tidak ada lagi ungkapan Israel harus dihapus dari peta dunia. Pun tidak agar Israel dipindahkan ke Eropa. Namun meskipun begitu, Amerika Serikat cs tidak pernah bisa menerima dan memilih walk out dari arena konferensi.

Kenyataan ini membuat saya sampai sekarang masih belum bisa mengerti dengan apa yang ada di benak mereka. Kesannya seakan kontradiktif dengan apa yang selalu mereka gembar-gemborkan. Kalau katanya demokrasi itu mengajarkan toleransi dalam perbedaan -sekaligus juga dia sistem yang baik- lantas kenapa hanya karena perbedaan pendapat seperti itu saja malah kebakaran jenggot. Menggerutu serta teriak-teriak akan memboikot acara. Seharusnya kan ketika menghadapi hal seperti itu dihadapi dengan tenang. Wong yang berbeda hanya di mulut saja. Semua bisa berubah ketika didialogkan. Ketika argumen dibalas dengan argumen maka bukankah itu toleransi yang baik. Seperti yang selalu dipaparkan dalam dialog-dialog pluralisme.

Kalaulah memang pembicaraan yang disampaikan Ahmadinejad itu sudah terlalu kebablasan, seharusnya Amerika cs juga tak perlu kabur dari arena. Lha wong keberpihakan dan otoritas sejati PBB ada di tangan mereka. Anggap saja Ahmadinejad itu bagai "anjing menggonggong khalifah berlalu". Seperti yang selalu Amerika lakukan selama ini pada penduduk dunia. Beres kan?!

Keheranan saya pun semakin menjadi. Terlebih setelah sebelumnya Barrack Obama mengeluarkan pernyataan yang tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan para diplomat Amerika kemarin. Dan ini menurut saya sangat bertolak belakang dengan apa yang selama ini Obama jalani dan perjuangkan.

Di Amerika sejarah rasisme ini sudah begitu panjang. Hingga sekarang rasisme tidak pernah benar-benar keluar dari tubuh mereka. Obama, saya yakin, dia sangat paham akan arti dan efek dari rasisme ini. Ia sendiri adalah korban rasisme. Bahkan ketika dalam pemilu presiden kemarin pun masih terasa olehnya bagaimana orang menyudutkannnya secara ras. Seperti juga kepada kaum Afro Amerika lainnya.

Yang mengherankan kenapa ketika menghadapi argumen bernada rasis pada pemilu AS dia bisa tenang menjawab. Tanpa harus kabur atau memboikot pemilu tersebut. Apa yang berbeda dengan konferensi kemarin? Apalagi yang dituduh rasis kan bukan dirinya. Orang lain!

Sampai disitu saya kembali merenung.

Saya mencoba mengingat-ingat kejadian bernuasa rasisme apa yang yang pernah terjadi disekitar saya. Ternyata banyak. Bahkan saya sendiri pernah mengalaminya. Tapi yang paling saya ingat adalah kasus rasis yang dilakukan kawan saya, Omay. Dia sangat rasis terhadap orang bersuku Batak di kampus. Kebetulan di fakultas saya dulu banyak orang bersuku Batak. Maklumlah namanya juga fakultas Hukum. Meskipun sebenarnya bercanda, namun kadang bagi sebagian orang bercandanya itu kelewatan. Pernah suatu kali diingatkan agar tidak berbuat seperti itu. Khawatir nanti malah mempunyai istri orang Batak. Dengan belagu dia jawab tidak mungkin. Tapi apa yang terjadi? Saat ini dia sudah tinggal 5 tahun di Medan dan mempunyai seorang istri bersuku Batak. Hahaha…… Lebok siah!

Beruntung sikap rasis kawan saya ini tidak berbuah lenyapnya nyawa manusia. Malah melahirkan manusia baru bernama Milo (mungkin karena masih dalam taraf bercanda rasisnya). Tapi lain halnya dengan apa yang terjadi di Barat sana. Sejarah membuktikan bahwa rasisme telah membuat bergelimpangannya jutaan nyawa. Hal tersebut sangatlah wajar karena rasisme –mungkin- tidak dianggap becanda oleh mereka. Mereka menjadikan rasisme sebagai sebuah kepastian. Atau malah dijadikan cetak biru keyakinan atas superioritas kaum putih karena hal tersebut dapat ditemukan dalam Bibel, pernyataan para interpretor, tetua, filsuf, dan pemimpin gereja mereka.

Faktanya, hampir semua filsuf mulai dari David Hume, Ernest Renan, Theodor Noldeke, Nietzsche, hingga Sigmun Freud telah menunjukan sikap prejudis terhadap bangsa lain sekaligus pengangungan akan ras Putih. Malahan Hegel, mengatakan dalam proses evolusi manusia, ruh itu menyempurnakan dirinya dalam tubuh orang Timur dan berakhir di tubuh orang Jerman untuk tahap evolusi yang paripurna. Jadi saya belum selesai dong evolusinya? Kan masih orang Timur. Apa jadinya saya kalau berubah seperti orang Jerman. Jadi ingat film Manimal di TVRI dulu. Hahaha…

Hasil pemikiran mereka-mereka ini sangat tertanam dalam ruh dan pikiran Barat. Komentar-komentar PM Silvio Berlusconi, Pat Robinson, Paus Benedictus, para tifosi Liga Calcio yang saban minggu nongol di TV, semuanya terkait erat dengan kesadaran dan mindset rasis mereka. Pun begitu juga sumbangan US untuk 5 juta korban Tsunami di Aceh yang dilakukan pada hari perayaan Boxing Day!

Perilaku chauvinistik dari superioritas kulit putih mereka telah membantu berkembangnya egosentrikisme Barat; satu hal yang telah ada sejak jaman kuno Yunani. Untuk Eropa dan Amrik, dunia yang beradab selalu berarti Barat. Oleh karenanya, mereka selalu mengatakan bahwa sejarah itu bermulai di Yunani, kemudian berakhir di Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika.

Bagi mereka kontribusi peradaban Islam yang membuat titik sambung Eropa kuno ke Eropa saat itu, (Ilmuwan-ilmuwan Islam banyak menterjemahkan dan mengintrepetasi kitab-kitab Yunani) tidaklah dianggap pernah ada. Kalau pun dianggap ada paling hanya sebatas pengakuan di jurnal-jurnal ilmiah saja. Tidak dalam sejarah mereka. Pun demikian dengan kontribusi peradaban Sumeria, Mesir, Persia, China, India, Arab, dan peradaban lainnya yang menorehkan sejarah dunia. Tak heran kadang dalam buku-buku sejarah saat ini seakan ada benang merah yang hilang dari masa Kegelapan Eropa hingga Renaisance.

Maka tak mengherankan kalau peristiwa-peristiwa seperti; Perang Salib, Inqkuisisi, Holocaust, punahnya suku-suku asli Amerika, berdirinya Ghetto-ghetto, perbudakan Negro, penjara Guantanamo & Abu Gharaib, bom atom Hiroshima, hingga penggambaran Yesus yang sangat Eropa & penetapan 25 Desember guna menyamai satu perayaan paganis 'Sol Invicticus', terjadi dan bahkan akan terus berlangsung hingga saat ini. Dengan catatan kalau keyakinan seperti itu terus dipertahankan dan dijadikan tabiat mereka.

So, balik ke kasus walk out-nya Amerika Serikat cs. Menurut saya, kasus ini harusnya menjadi pembelajaran dalam memenej diri. Dalam artian bahwa kedewasaan sikap akan terlihat dalam pilihan yang diambil. Selain itu juga secara implisit kasus ini menggambarkan bahwa perlawanan itu tidaklah selalu membutuhkan senjata. Sebab sebuah kata pun bisa menjadi sebuah senjata. Itu kalau kata Subcomandante Marcos. Sedangkan kalau kata orang lokal, “Ingatlah! Mulutmu Harimau-mu!”. Auummmmmmm………… Hahaha…

1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut