KURET Bag. 1 (Blind Ovum)

Jumat, 19 Juni 2009



Blind Ovum. Begitu yang dia bilang.

Dia itu saya lupa lagi namanya. Katanya sih dokter. Tapi saya belum pernah lihat dia diwisuda di fakultas kedokteran. Tahunya dia sekarang sudah pakai jas putih ala dokter-dokter. Tepatnya dokter kandungan kalau tidak salah. Hobinya lihatin kandungan dan segenap perabotan yang ada disekitarnya. Mhmm... pekerjaan yang nampaknya hampir diminati oleh semua laki-laki di dunia. Kecuali saya.

Tampangnya khas pengemudi Metro Mini 74 yang pernah saya tumpangi. Itu pengemudi bawa Metro Mini seperti banteng dalam Festival Sanfermines di kota Pamplona (festival di Spanyol dimana banteng dilepaskankan di jalan sempit lalu diarahkan ke tempat arena matador). Hanya saja nasib orang yang diseberang saya ini sedikit lebih baik. Atau malah jauh lebih baik?

Ah bagi saya pekerjaan apapun sama baiknya. Asal jangan jadi George Bush aja. Sebab saya tidak suka dia. Boleh kan saya bilang sesuatu tidak baik karena saya tidak suka? Ya boleh dong! Kenapa juga tidak boleh. Mau protes ke saya juga tidak berpengaruh. Soalnya saya sudah ketik diatas. Kalau mau hapus coba saja sendiri hapus kalau bisa!

Seperti juga ketidaksukaan saya dengan gaya bicara orang di depan saya ini. Sayang terhalang meja. Coba kalau tidak. Pasti kita akan lebih intim bicaranya. Apalagi dengan menatap mukanya yang kotak. Eh, bukan maksud saya mencela fisiknya. Fisik orang tidak boleh dicela. Sebab Allah lah yang membuatnya seperti itu. Kalau saya protes karena hal itu, saya takut dikutuk jadi batu seperti Malin Kundang. Padahal kalau mau dikutuk mah, saya ikhlas dikutuk jadi ganteng.

Kembali ke blind ovum. Saya sebenarnya tidak tahu apa maksudnya. Nulisnya pun saya tidak tahu bagaimana. Jadi kalau salah tulis jangan diprotes. Soalnya dulu waktu sekolah saya tidak mendalami secara khusus bahasa kedokteran. Berbeda dengan bahasa isyarat. Untuk yang satu ini insyallah saya cukup memahaminya dengan baik. Seperti garuk-garuk kepala, itu tanda untuk pilihan A. Batuk untuk B. Pegang telingan untuk C. Nguaa sudah pasti D. Dan ngupil untuk pilihan terakhir; E. Agh ga penting banget ya. Saya yakin banyak yang lebih ahli dari saya untuk masalah hal seperti ini.

Tadinya sih saya pura-pura pintar. Mengangguk-angguk seakan orang yang mengerti dengan istilah-istilah para ahli medis. Tapi lama-kelamaan saya jadi pusing sendiri. Terlalu banyak kosakata aneh yang masuk ke kepala saya. Akhirnya dengan bangga saya bertanya ke pria berbaju putih itu.

Blind Ovum itu apa, Dok?

“Itu istilah untuk janin yang tidak berkembang” jawab si dokter singkat.

“Mang janin bisa berkembang, Dok?”

"Bisa dong Pak. Kalau tidak berkembang nanti janinnya mati”

“Kembang apa biasanya yang bisa bikin janin mati?”

“Maksudnya?”

“Kan kata dokter kalau janin tidak berkembang nanti mati. Nah kembang jenis apa yang bisa jadi penyebab janin mati?”

“Saya masih belum mengerti”

“Pasti kembang bangkai ya Dok? Soalnya kembangnya aja sudah jadi bangkai. Apalagi nanti janinnya. Jadi pocong kali ya , Dok?”

“Bah! Bapak ini aneh-aneh saja. Saya kira apa”

“Dokter justru yang aneh. Janin kok berkembang. Sekalian saja berbunga, berbuah, berbiji, berakar serabut, monokotil, dikotil, musim duren”

“Hehehe....”

“Hehehe juga Dok” jawab saya.

Saya bukan bermaksud untuk bego. Sengaja saya membego-begokan diri biar suasana yang tidak saya sukai ini menjadi lebih cair. Kok cair ya? Kayak air aja. Apa yah padanan kata yang lebih tepat??? Ah yang penting setidaknya dengan tertawa saya harap aura sumpek ini menjadi tidak sumpek tentunya.

Hasilnya lumayan terbukti. Muka kotak si dokter asal Medan ini sedikit melebar. Ada segurat garis bibir yang mereka disana. Sederet gigi rapih putih pun pamer seperti iklan-iklan pasta gigi di TV. Silau man! Kata saya dalam hati.

“Terus konsekuensinya harus gimana Dok?” harap-harap cemas saya bertanya begitu. Jawabannya sudah bisa saya tebak.

“Kuret!”

“Kuret?!” saya memastikan kembali. Benar dugaan saya.

Beberapa detik setelah itu pikiran saya melayang. Terbang seperti Superman. Tapi sumpah saya tidak seporno Superman. Saya masih tahu meletakkan celana dalam yang benar itu dimana. Tidak seperti dia yang pakai CD diluar. Pamer!

Kemudian saya melirik ke sebelah kanan. Nampak ekspresi Um-Um seakan menelan ludah. Sedangkan Revo sedang asyik melemari dokter dengan permen yang ada diatas meja.

Kasihan Revo pikir saya. Dia belum saatnya bertemu dengan partner bermainnya si Andalus.

“Andalus, sudah dengar tadi yang dokter bilang?”

“Iya, Kuret!”

Beugh! Kaget saya. Kok Andalus bisa jawab pertanyaan saya. Selidik punya selidik, ternyata yang menjawab tadi si Dokter bukan Andalus. Ia mengulangi pernyataannya agar terus mengiang di otak saya. Sebuah kata yang menakutkan; KURET!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hello! :)

Begundal Militia mengatakan...

hello lagi:)