Ponari; Di Pusaran Absurditas Zaman

Minggu, 15 Februari 2009


Dalam mimpinya, ibu Ponari, Mukaromah, bertemu dengan seorang ulama berjubah putih. Ulama tersebut mengatakan bahwa anaknya, Ponari, akan menjadi anak yang sakti. Dia bisa mengobati orang sakit serta menyenangkan banyak orang. Awalnya Mukaromah tidak percaya dengan mimpi ini. Namun setelah beberapa waktu lalu ketika rumahnya digedor hampir lebih kurang ratusan ribu orang, mau tidak mau ia mulai mempercayai mimpinya itu.

***

Nama anak Mukaromah itu adalah Muhammad Ponari. Awalnya saya tidak tertarik sedikit pun dengan nama ini. Kalau namanya Mpok Nori ya baru saya ngeh. Ya separah-parahnya baru ngeh kalau namanya Ponaryo Astaman. Maklum doski kan kapten tim nasional. Hehehe…. Baru setelah 4-5 hari hebohnya berita Ponari di televisi, saya mulai ngeh dengan begundal cilik yang satu ini. Ternyata Ponari adalah seorang bocah kelas 3 SD berumur 10 tahun dari Desa Balongsari, Megaluh, Jombang (Damn pikir saya! Jombang??? Again!) Ia tak ubahnya seperti anak kecil biasa. Hobinya bermain dengan ingus di hidungnya. Namun dibalik kepolosannya, dia memiliki daya magnet yang luar binasa. Bayangkan saja, lebih dari puluhan ribu orang berkumpul demi tuah dari dirinya. Beberapa koran di Jatim -selama 3 minggu- memberitakan bahwa antrian yang mengunjungi rumah orangtua Ponari setiap harinya sampai lebih dari 3 Km. Ditaksir ada sekitar 30.000 orang/hari dimana tiap harinya berhasil mengantongi sekitar 50 juta rupiah. Berdasarkan perkiraan juga, dari semua itu, tak kurang 11 ribu orang telah berhasil meminum air yang telah dicelupi batunya Ponari. Empat orang diluar itu menghembuskan nafas terakhir sebelum mereka mendapatkan air saktinya Ponari. Innalilahi wa inna illaihi rajiun

Bagi saya angka-angka diatas jelas bukanlah angka hasil utak-atik rumus togel. Ini angka riil yang tentu saja secara statistik pengaruh sangatlah besar terhadap banyak hal. Kalau saja dibandingkan ke dalam sebuah acara reality show, jelas drama bertajuk Ponari ini merupakan rating yang sangat tinggi. Mengalahkan Indonesia Idol atau Dunia Lain yang dulu sempat berkibar di dunia nyata dan gaib.

Yang menarik lagi buat saya selain angka-angka diatas adalah aroma klenik magis yang mengiringi kisah ini dari awal hingga tulisan ini berhasil diketik. Konon katanya Ponari selama ini dibantu oleh sepasang makhluk gaib bernama; Rono & Rani. Kedua makhluk abal-abal ini mulai membisiki Ponari setelah dia kejatuhan batu coklat kemerahan di kepalanya ketika petir & hujan deras yang menguyur desanya awal Januari lalu. Luar biasanya, batu tersebut bagaikan batuyang memiliki mantra ajaib. Konon batu itu bisa menyembuhkan orang-orang dari penyakit yang dideritanya. Si lumpuh total bisa berjalan kembali, si bengek bisa bernafas lega lagi. Bener atau tidak saya juga belum melihat sendiri. Namun kehebohan itu tidak hanya sampai disana. Bocah sakti van Jombang ini berencana pergi ke lautan lumpur Lapindo di Sidoarjo untuk menghentikan semburan lumpur disana. Karena menurut 2 teman abal-abalnya, batu itu dapat menghentikan semburan lumpur sekaligus menyelamatkan makam salah satu keluarga Ponari yang ada disana. Wow… heroik bo!

Saya yakin kalau memang itu berhasil, Ponari bakal menjadi ikon Jombang -setelah kota ini tercoreng mukanya atas kasus si Jagal Ryan-.dan Sidoarjo. Sosoknya akan menjadi idola bahkan dianggap pahlawan dari masa ke masa. Seperti halnya Batistuta yang patung dirinya berdiri tegak di kota Florence, Itali. Hehehe…..

Fenomena Ponari ini sebenarnya membuat saya bertanya-tanya. Ada apa dengan semua ini? Kenapa akhirnya ini bisa terjadi hingga menyebabkan timbul banyak pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat? Saya sendiri sebenarnya tidak ingin terjebak dalam dikotomi ini. Karena selama ini apa-apa yang terkesan ndeso, katro, tradisional selalu diidentikan dengan hal-hal salah & ketinggalan jaman. Sebaliknya yang modern selalu dalam posisi yang benar. Padahal bagi saya sesuatu dapat dikatakan benar dan layak digunakan adalah ketika hal tersebut sesuai nalar, realistis, terbukti, dan sesuai dengan panduan.

So, di satu sisi saya sependapat dengan apa yang dikatakan Prof. Dr. dr. Hariyadi Soeprapto , salah seorang “ahli”, bahwa menghadapi fenomena pengobatan Ponari ini haruslah bijak. Sebab realitas menyatakan apa-apa yang dilakukan Ponari sungguhlah jauh dari kata ilmiah serta kuat akan adanya kekuatan gaib yang tidak bisa dijelaskan dengan akal. Sang “ahli” ini pun mengatakan bahwa kesembuhan seseorang itu bisa saja berasal dari apapun. Untuk kasus Ponari kesembuhan kemungkinan diakerenakan oleh tenaga dalam yang dimiliki Ponari, batu yang digunakannya, atau faktor sugesti pasien.

Menurut doski pula, sebuah batu yang dipercaya dapat mengobati sesuatu kemungkinan batu tersebut memiliki kandungan kimia yang bermanfaat, misalnya kalium atau mineral. Atau mungkin juga batu tersebut memiliki kandungan Uranium yang mempunyai sifat menyembuhkan. Dan kemungkinan yang apling akhir adalah batu tersebut memiliki kekuatan radiesthesia atau radioestesia (suatu kekuatan parapsikologis untuk mendeteksi "radiasi" atau aura dalam badan manusia). Sedangkan sugesti menurut sang “ahli” tadi, apabila dibangkitkan oleh seseorang kepada dirinya sendiri, dapat merangsang hormon-hormon dalam tubuhnya untuk mengeluarkan sel-sel pelawan penyakit atau antibody. Sehingga penyakit pun halang dengan sendirinya.


Menegakan Benang Basah

Untuk masalah sugesti ini saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh beliau. Sebab memang manusia sebenarnya memiliki kemampuan utnuk mengalahkan serta melampaui dari apa yang merintanginya. Salah satu contoh kecil adalah ketika seorang maling jemuran BH mahasiswi. Ketika dia kepergok lantas berlari sambil dikejar-kejar anjing, dia berhasil melompati pagar yang tingginya dua kali tinggi badan dirinya sendiri. Hal ini pernah juga saya alami (bukan berarti saya yang maling BH ya!). Hal tersebut memang benar adanya. Ketika kita situasi dan keinginan kuat kita bersatu dalam sebuah energi, maka apa yang kita hadapi didepan bisa terlewati.

Menurut sebuah penelitian yang sempat saya baca (Entah di bacaan apa saya lupa lagi), kesembuhan seseorang dari penyakitnya lebih besar ditentukan oleh sugesti yang dibentuk oleh si pesakit itu sendiri. Obat & dokter hanyalah perantara yang perannya tidaklah terlalu besar ketimbang sugesti yang diciptakan si sakit. Jadi benar juga ya ketika saya dianjurkan untuk mengunjungi yang sakit. Sebab ternyata dengan berkunjung itu membuat si sakit ingin segera sembuh dari sakitnya. Apalagi setelah dikunjungi oleh saya, si sakit pasti kangen dengan dirikyu yang cantik jelita ini. Hahaha…..

Hanya saja terkadang masalah sugesti ini bisaa berubah menjadi sesuatu hal yang menurut saya tidak tepat. Kenapa? Karena mereka yang sakit tersugesti oleh obat atau orang yang mengobati. Salah?! Ya tidak salah sebenarnya kalau dalam konteks agar sembuh. Namun secara imani hal tersebut tidaklah tepat. Bagi saya sembuh atau sakit itu tidaklah berhubungan dengan obat atau sang tabib. Akan tetapi semua tergantung pada Allah semata. Obatnya mantap atau tabibnya sakti, menurut saya tidaklah akan berbuah kesembuhan kalau Allah tidak berkenan atas kesembuhan saya. Meskipun ternyata hormon-hormon yang tersugesti dalam tubuh saya sudah klimaks semua.
Sedangkan untuk masalah perbatuan, saya sendiri sebenarnya ingin bertanya. Soalnya jujur saya bukan ahli batu-batuan layaknya teman saya, Martin, anak Geologi, yang saat ini keluar masuk hutan Papua. Saya juga bukan tukang jual batu ali bahkan paling gak suka lihat batu ali bertengger di jari. Takut dikira mirip Tessy Srimulat. Hehehe…

Pertanyaan yang hinggap dipikiran saya sih kalau memang batu Ponari itu seperti yang banyak media katakana kesaktiannya, lantas bagaimana dengan Hajar Aswad di Mekkah sana? Hajar Aswad jelas bukan batu sembarang batu. Dia dijatuhkan langsung oleh Allah dari langit ke tangan orang pilihan-Nya. Banyak orang (termasuk para penyembah berhala) sangat menghormati batu ini. Tapi kenapa sampai sekarang saya belum pernah dengar Hajar Aswad memiliki kemampuan layaknya batu Ponari?

Setahu saya dulu Hajar Aswad tidaklah ditempel paten kayak sekarang. Sehingga kalau sekarang batu itu pengen dipakai jelas hanyalah mimpi di siang bolong. Hajar Aswad memang dikeramatkan tapi kok saya belum pernah dengar dia menjadi perantara penyembuhan penyakit. Padahal kan orang zaman dahulu lebih mempercayai hal-hal seperti itu.

Kemudian kalaulah diasumsikan bahwa sebuah batu dikatakan sakti itu dapat merubah bahkan mengeluarkan energi negatif menjadi positif, maka batu sekeramat Hajar Aswad berarti tidaklah sakti & tidak istimewa sama sekali. Padahal menurut saya kehebatan Hajar Aswad dengan batunya Ponari jelas tidaklah sebanding. Bagaimana mau mengatakan sakti kalau ternyata Hajar Aswad tidak bisa merubah energi negatif orang-orang yang menciuminya menjadi sesuatu yang positif. Buktinya, banyak orang yang berhasil mencium Hajar Aswad tapi setelah kembali ke tanah airnya, energi negatif yang seharusnya sudah diserap Hajar Aswad malah tidak berbekas sama sekali. Yang korupsi kembali korupsi. Yang membunuh tetap kembali membunuh. Ini artinya Hajar Aswad gagal menjadi sebuah batu sakti. Atau memang batu-batuan itu tidak pernah sakti?

Soalnya banyak kasus di zaman nabi-nabi terdahulu yang mengatakan bahwa batu-batu yang dianggap sakti namun mereka tidak dapat perbuat apa-apa. Awalnya sih mereka dipercaya memiliki kekuatan A, B, C. Bahkan sebagian malah menuhankannya. Nyatanya, sapi emas jago ngomong yang dikeramatkan pengikut Musa yang berkhianat tidak dapat berbuat apa-apa ketika Musa kembali setelah mendapatkan Ten Commandments. Yang ada malah sapi emas itu dihancurkan. Pun demikian di zaman Ibrahim & Muhammad saw. Batu-batu yang dikeramatkan dan dianggap memiliki kekuatan istimewa justru menjadi sasaran palu godam Ibrahim. Tak satu pun yang bisa balik lagi seperti batunya Ponari. Semua dihancurleburkan sebagaimana Muhammad menghancurleburkan batu-batu itu pada Futuh Makkah.

Okelah, mungkin saja memang ada batu yang memiliki kemampuan istimewa. Allah bisa menciptakan makhluknya dengan sekehendak Dia. Kalaulah memang batu Ponari mempunyai khasiat tertentu saran saya sih segera diteliti dan dibuktikan kebenarannya. Syukur-syukur kalau dijadikan aset rakyat negeri ini bahkan manusia di seluruh dunia. Batu ini dapat disimpan di kolam penampungan air PDAM yang airnya dialirkan ke semua kran-kran air manusia di dunia. Saya yakin kalau seperti itu tidak bakalan lagi ada yang mengeluarkan biaya pengobatan yang mahal. Malahan kemungkinan nasib obat, dokter, perawat, dan rumah sakit menjadi tak menentu. Semuanya tidak mempunyai fungsi apa-apa. Pengangguran deh. Hahaha……. Kalau yang ini saya yakin hanya mimpi. Bagi saya, dunia tidak seimbang kalau tidak ada yang sakit. Dan saya tidak ingin menjadi sakit. Hahaha…

Sebenarnya yang lebih membuat saya tertarik adalah ketika dikatakan bahwa kekuatan Ponari muncul petir menyambar dirinya/batunya. Dari sini saya teringat film Phenomenon (Film Hollywood yang bercerita tentang seorang yang mendadak sakti karena tersambar petir) dan film Gundala Putra Petir (Film lokal yang bercerita tentang lahirnya superhero akibat petir yang menyambar laboratoriumnya). Ok, semua itu “mungkin” dapat terjadi. Orang–orang yang tersambar petir sangat mungkin memiliki banyak elektron-elektron yang melebihi orang biasa. Namun yang jadi pertanyaan, selama ini saya selalu membaca di Koran kalau orang yang tersambar petir di tengah sawah biasanya gosong terbakar. Malah ada yang bilang kepalanya sampai terbelah dua. Nah kenapa Ponari tidak terbelah dua? Minimal gosong lah. Ini yang menjadi tanda tanya yang belum terjawab. Kalau sekarang yang tersambarnya adalah batu milik Ponari. Maka logikanya kan tiang-tiang anti petir yang dipasang di atap-atap gedung harusnya bisa juga dijadikan media penyembuh. Lha wong tiang-tiang itu disambar petir juga. Malahan disambarnya sampai ratusan kali. Apalagi musim hujan begini. Saya yakin tiang-tiang itu lebih digjaya ketimabng abtunya Ponari. Hahaha…


Menemukan Benang Basah

Terlepas dari kemungkinan adanya hal-hal gaib dan apa yang diutarakan diatas, fenomena Ponari menurut saya merupakan indikasi kegagalan pemerintah Indonesia dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang murah kepada rakyatnya. Jika dilihat dari sebagian besar pasien Ponari, mereka berasal dari kalangan tidak mampu. Mereka sebagian telah menyerah terhadap tindakan medis kedokteran yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Sedangkan untuk berobat ke Ponari, si pasien hanya ditarik sumbangan sekedarnya dan iuran parkir yang jauh berbeda dengan tarifnya Sun Parking di kota-kota besar. Berarti jargon Orang Miskin Dilarang Sakit itu memang benar adanya. Selain itu, ini pun bukti bahwa pembangunan pemerintah selama ini hanya berorientasi pada fisik semata. Pemerintah melupakan pembangunan dari sisi spiritual/rohani. Inilah mungkin salah satu buah dari penerapan sekulerisme yang menegasikan agama dari kehidupan.

Saya melihat fenomena ini pun sesungguhnya merupakan tamparan nyata bagi dunia medis modern yang sudah bukan rahasia umum kian hari kian bertambah mahal.Orang tidak akan jauh-jauh mencari obat dengan berdesak-desakan bahkan tewas ditempat kalau biaya pengobatan di sekitar tempat dia tinggal terjangkau adanya. Seharusnya hal ini dijadikan cerminan oleh para tenaga medis. Ditengah mahalnya biaya kesehatan di negeri ini, spirit Ponari untuk memberikan layanan kesehatan merupakan sesuatu hal yang patut dicontoh oleh mereka. Bisa saja mereka berusaha menuntut terjadinya penurunan biaya kesehatan pada pemerintah atau dengan sendirinya mereka menurunkan tarif jasa mereka sendiri. Saya sendiri sih menganjurkan agar Ponari mendapatkan penghargaan –minimal dari Depkes- atau menjadi Duta Kesehatan Dunia. Karena Ponari menginspirasi pbetaspa pentingnya pelayanan murah/gratis ini melebihi kepentingan pribadinay sendiri. Pengorbanan Ponari dengan berhenti sekolah seharusnya memerahkan muka para tenaga medis yang ada saat ini. Sebab semua tahu Ponari hanya seorang bocah kelas 3 SD yang kebetulan mempunyai trik mengobati yang “tak lazim”.

Tamparan ini pun tidak hanya berhenti pada pemerintah, Depkes ataupun para tenaga medis. Saya berpikiran ini pun merupakan tamparan hebat bagi para alim ulama di sekitar Jombang. Jombang yang terkenal dengan pesantren-pesantrennya yang besar dan banyak ternyata masih menyisakan masyarakatnya memiliki pemahaman agama dan nalar yang “tak lazim” di era millennia ini. Ditinjau dari sisi moral, keimanan keagamaan dan ekonomi, masyarakat ternyata masih terpuruk dalam kubangan yang itu-itu saja. Pantas saja kemudian Hanung Bramantyo berani sesumbar (Ket: saya kurang sepakat sepenuhnya dengan statement dia) dalam acara debat di TV One beberapa waktu lalu bahwa keadaan ummat saat ini adalah buah pendidikan pesantren yang tidak mencerdaskan. Buktinya ya terlihat dari kasus ini. Pesantren kemungkinan hanya dijadikan tempat layaknya sekolah saja bukan tempat untuk memproduksi agent of change yang mampu merubah sistem kehidupan yang ada.

***

Allah memang Maha Kuasa dan berkehendak dengan "Kun fayakun maka jadilah", sehingga tidak ada sesuatu pun yang mustahil bagi-Nya. Namun tetap harus diingat jika mempercayai satu kekuatan selain Allah (misal; percaya pada batu atau percaya pada dokter bahwa kesembuhan oleh mereka) maka hal tersebut adalah syirik yang menyesatkan, nista dan terkutuk. Apapun alasan yang menjadi penyebab kesembuhan para pasiennya Ponari tentunya semata-mata membuktikan akan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.


Tambahan:
Sekedar renungan, Selasa kemarin, Ponari & Bapaknya jatuh sakit. Ponari terserang demam setelah kecapekan mencelupkan batu dalam botol air pasiennya. Sedangkan bapaknya dilarikan ke rumah sakit karena kecapekan mempertahankan Ponari dari ekploitasi yang menurutnya tidak manusiawi. Anehnya, Ponari sedikit pun tidak mengobati dirinya & bapaknya dengan batu ajaibnya. Keluarga Ponari malah membawa keduanya ke meja praktek dokter di Rumah sakit. Paradoks kan??

1 komentar:

Nur mengatakan...

Salam,

enak sekali membaca ini, penuh satirical and cynical! benar, kalau begitu, mengapa pula hajar aswad itu tidak digunakan untuk penyembuhan?

dan ya, akhirnya sang dukun dan bapa kesakitan, tapi dibawa ke rumah sakit, aneh kan..:D