Bendera

Senin, 24 Agustus 2009


Tok…. Tok… Tok…

Itu pintu diketok. Menyebabkan saya teringat lagu Cucu Deui-nya Darso. Seperti begini lagunya; Tok, ketok, ketok sora panto diketok……. Torojol Cucu deui. Dan seterusnya. Tapi kayaknya tidak perlu dibahas. Saya yakin tidak ada yang mengerti lagu ini. Sial! (Padahal ini lagu nge-legend sekali)

Saya buka pintu itu. Berharap-harap cemas. Menduga siapa diluar sana. Densus 88 kah? Atau orang mau kasih uang satu trilyun. Sejenak saya ragu membukanya. Tapi kenapa mesti ragu pikir saya. Saya tidak punya salah. Apa karena saya belum mandi maka saya berdosa kepada orang yang diluar? Saya rasa tidak.

Dibalik pintu tersebutlah seorang laki-laki. Perawakannya sedang. Pakai peci dan baju koko. Tak lupa celana pathalon. Seuprit senyum dan ucap salam. Saya balas saja wasalam.

”Maaf ganggu, Mas. Saya ini RT disini. RT 11. Saya Asmin” laki-laki tadi memperkenalkan dirinya.

”Oh, Pak RT. Wah... silakan masuk Pak,” kata saya, ”Maaf belum beres-beres”

”Makasih”

Seketika itu kami berdua pun akhirnya masuk ke dalam rumah. Duduk di karpet merah yang ada di depan TV. Duduknya lesehan saja. Mirip di Malioboro. Hanya saja tidak ada pengamennya. Tidak juga dengan makanan khas Jawa-nya. Yang ada hanya keripik pisang, kue kering & minuman kemasan gelas beberapa buah. Sengaja saya taruh disana. Jaga-jaga apabila ada tamu datang. Ya seperti sekarang ini.

”Pak RT, maaf saya belum melapor. Kemarin saya sudah coba bertemu Bapak tapi Bapaknya selalu pas tidak ada di tempat” saya awali saja pembicaraan kala itu. Soalnya memang sudah 3 bulan ini saya belum melaporkan diri saya ke RT setempat.

”Oh iya. Panggil Bang aja, Mas,” timpal dia, “Iya memang itu salah satu maksud kedatangan saya kesini”

“Maaf ya Bang. Jadinya Abang yang harus kesini. Bukan saya yang kesana”

“Ga apa-apa,” jawab beliau bijak “Maaf dengan siapa ya?”

“Oh iya, saya Begundal Militia, Bang” saya coba kasih dia tahu nama saya yang menarik itu. Lantas saya jelaskan sekilas riwayat hidup saya pada dia. Tapi tidak seperti yang ada di CV-CV yang dulu sering saya buat. Karena kalau seperti itu, saya khawatir dikira sedang melamar menjadi sekertaris RT untuk mendampingi beliau.

“Kertas yang saya bagikan ke warga sudah sampai, Mas?” tanya Bang Asmin

“Kertas isian biodata anggota keluarga itu?”

“Iya”

“Sudah, Mas”

“Harap maklum ya Mas. Lagi musim teroris begini. Kita jadinya musti lebih hati-hati. Apalagi kan saya ini RT”

”Saya ada tampang teroris tidak, Bang?”

”Eh, saya bukan bermaksud menuduh, Mas”

”Iya saya tahu, Bang. Saya cuma tanya saja. Kira-kira, saya ini ada tampang teroris tidak?” tanya saya menegaskan, ”Soalnya kemarin di kereta ada yang mengira saya Noordin M Top. Ini liat saja. Jenggot saya panjang. Celana kebetulan ngatung. Jidat kebetulan juga sedang hitam”

”Hehehe... Kayaknya sih nggak. Tapi saya jadi sedikit curiga. Hehehe...”

”Wah. Saya mirip Noordin M Top ya?” saya tanya lagi

”Gak, Mas. Beda kok. Mukanya tidak sama”

”Nah Abang sendiri curiga darimananya kalau begitu?”

“Itu, Mas. Pasang benderanya Al Qaida di depan. Kan kami kemaren minta yang dikibarin bendera Merah Putih”

”Hehehe... Sengaja, Bang.” Saya akhirnya teringat kalau kemarin malah mengibarkan Ar Rayah di tiang bendera. Bukan Merah Putih.

”Lho kok sengaja, Mas?”

”Bosan Bang. Habisnya dari dulu benderanya warnanya itu saja. Kenapa sekali-kali tidak diganti. Biar fleksibel. Lagu sama buah-buahan juga selalu ganti-ganti. Tidak melulu itu terus”

”Ya beda dong, Mas. Ini sudah diatur. Lagian ini demi memperingati perjuangan pejuang kita dulu”

”Nah itu dia Bang. Alasan sebenarnya saya pasang berbeda itu juga untuk memperingati perjuangan pejuang kita dulu. Sekaligus mengingatkan kembali rakyat negeri ini pada bendera mereka yang sebenarnya”

”Hah? Sejak kapan Indonesia benderanya jadi item begitu?”

”Abang belum tahu kan?!,” saya merasa diatas angin, ”Dulu, bendera para pejuang kita itu sebenarnya seperti begitu”. Saya tunjukan telunjuk saya keluar. Ke itu tiang bendera.

”Imam Bonjol, Diponegoro, Fatahillah, dll, semua pakai bendera yang hitam itu,” saya teruskan pembicaraan ”Warna bendera Merah Putih itu ada baru-baru sekarang ini saja. Klaim kalau warna Merah Putih sudah ada sejak jaman Majapahit dan kerajaan-kerajaan dulu sebenarnya kontradiktif. Abang tahu kontradiktif?”

”Alat buat KB?”

”Itu mah kontrasepsi, Bang!”

”Hehehe...”

”Begini Bang. Kalau memang itu Merah Putih memang sudah diadopsi oleh banya kerajaan, kenapa Majapahit dan Pajajaran malah berperang di Bubat. Begitu juga dengan Mataram. Kediri juga. Logikanya kan kalau benderanya sama harusnya tidak malah berperang. Benar tidak?”

”Iya”

”Ada tidak ceritanya The Jak perang dengan The Jak? Yang ada kan The Jak perang sama Viking. Bonek perang dengan Ultras. Dan lain-lain”

”Ya beda dong, Mas”

”Betul memang beda Bang. Tapi harusnya kan itu ditelaah lagi. Setidaknya kan warna bendera sama. Minimal ada rasa satu kesatuan begitu,” kata saya ”Lagian Bang, kalau mau bicara teori konspirasi-konspirasian, warna bendera Indonesia itu lebih dekat ke warna bendera Jepang dan pasukan khusus Belanda. Hanya variasi bentuknya saja. Kalau seperti begitu, biasanya menurut teori konspirasi-konspirasian, ada kompromi di belakang antara pihak-pihak yang berhadapan”

”Ah si Mas ada-ada saja” Bang Asmin menimpal.

“Bukan ada-ada, Bang. Memang adanya begini”

”Iya tapi bendera yang Mas Begundal pasang itu kan bendera teroris”

”Memangnya bendera teroris seperti itu ya, Bang? Bukan gambar tengkorak”

”Gambar tengkorak tuh bajak laut kali!”

”Oh iya. Terus darimana terorisnya? Kan itu ada tulisan Arabnya. Kalau mau juga bendera Arab”

”Lihat di TV. Pas pemakaman jenazah pengebom bunuh diri, ada beberapa pelayat yang bawa bendera seperti yang Mas Begundal pasang”

”Kalau begitu Muhammad Toha & Muhammad Ramdhan juga teroris dong” kata saya

”Kok bisa? Mereka kan pahlawan” kata Bang Asmin.

”Lha Muhammad Toha dan Ramdhan kan pelaku aksi bunuh diri juga. Mereka sama-sama ingin mengusir penjajah dari negeri ini. Kalau Toha ingin mengusir Belanda, Nah yang Abang anggap teroris kan ingin mengusir Amerika,” jawab saya ”Kalau lihat efeknya, Bom Marriot itu belum seberapa. Bandingkan dengan akibat dari aksi syahid Toha cs. Satu kota mereka bakar. Bandung akhirnya jadi lautan api”

”Ya kan mereka membela tanah air”

”Apa karena mereka membawa bendera merah putih lantas mereka tidak pantas disebut teroris? Padahal saya yakin kalau mereka dulu disebut teroris oleh Belanda dan Sekutu”

”Dulu belum ada teroris, Mas”

”Ya kan teroris itu mah istilah yang diada-ada Bang. Tergantung siapa yang bilang. Kita tidak bisa melihat dari satu sudut pandang saja. Coba Abang pikirkan. Kalau memang yang membawa bendera seperti yang saya pasang itu teroris, maka Imam Bonjol, Diponegoro, dll semuanya teroris. Soalnya mereka kan bawa bendera itu”

”Mhmm... Memang bener mereka bawa bendera seperti itu?”

”Benar Bang. Karena mereka berjuang meneladani Nabi mereka. Rasulullah itu ketika berjuang pasti membawa bendera seperti yang saya pasang itu. Abang berani tidak bilang Rasulullah itu teroris?”

”Ya tidaklah. Masa Rasulullah teroris”

”Tapi rasul kan benderanya begitu. Kalau kita merasa ummatnya, maka saya dan Abang pun sebenarnya teroris. Anak buah teroris”

”Ya nggak lah,” balas dia, ”Tapi bener ya itu memang bendera Rasulullah”

”Benar, Bang. Suer dech”

”Iya tapi kan ini Indonesia bukan negara Islam”

”Itu dia. Tadi kan saya sudah bilang. Saya hanya ingin mengembalikan bendera sebenarnya rakyat negeri ini. Bukan masalah negara Islam atau tidak Islam”

”Oh”

”Tapi jujur saja nih, Bang. Sebenarnya saya tidak punya bendera Merah Putih. Jadi saya pasang saja bendera itu” ungkap saya sambil tersenyum manis banget.

”Kenapa tidak bilang dari tadi. Tahu gitu saya pinjami punya RT”

”Ah tidak usah repot-repot Bang. Kalau pun punya, tetap tidak akan saya pasang. Saya pasang bendera yang hitam itu saja. Kan ceritanya menghormati para pejuang dulu. Hehehe...”

”Ada-ada aja si Mas ini”

Sambil tersenyum-senyum simpul, saya persilahkan Bang Asmin meminum air yang sudah saya siapkan dari tadi. Biar suasana menjadi cooling down pikir saya. Biar usus banjir. Biar airnya tidak diserobot jin yang lewat.

6 komentar:

Fajar212 mengatakan...

keren postingannya. jadi ingat pas Pemilu beberapa waktu lalu. daripada masang bendera parpol yg suka nipu saya malah pasang Al Liwa, eh dikira tetangga saya ada keluarga yg meninggal. untung RT tempat saya waktu itu positif thinking (doi malah salut ama saya)

Begundal Militia mengatakan...

mang dulu ma RT dimaklumi afa???

Anonim mengatakan...

iya, karena gw bilang tuh benderanya Hizbullah alias partainya Gusti Allah. tapi kata nenek saya emang dulu bendera Ar Roya muncul pas perang kemerdekaan. para laskar Hizbullah (laskar Islam) kalau berangkat ke Surabaya (pas perang November) pada nenteng Ar Roya yg kata orang dulu disebut bendera jihad. klo abang pengen tau cek aja di tulisan gw yg punya judul "Hizbullah"

Begundal Militia mengatakan...

wahhh... info asoy tuhhhh....
Mantap Bro

Anonim mengatakan...

argggghhhh... gelo

Begundal Militia mengatakan...

nu gelo nu koment didieu:p