Golput, Kentut & Teh Tikput

Kamis, 29 Januari 2009


Sumpah! Saya jengah pas kemaren malam pas lihat TV. Malah saking jengahnya, TV sampai saya maki-maki . Untungnya tidak sampai saya pukul dengan stik baseball. Malah kepikiran juga buat diperkosa sekalian. Tapi dipikir-pikir ini TV adalah TV kesayangan saya. Meskipun butut & membawa dampak yang kurang asoy buat perotakan manusia tapi TV mau tidak mau ada manfaatnya juga. Minimal kan bisa ngiler bareng di depan Pak Bondan waktu acara Wisata Kuliner.

Gimana gak ingin memaki & merkosa kalau di balik layar sana ada seorang -nampaknya seorang alim- mengatasnamakan lembaga keagamaan berkoar-koar akan haramnya golput. Shit! Dan ga hanya berkoar-koar, doski pun berlagak memarahi pembawa berita (secara tidak langsung saya seakan ikut dimarahi juga oleh dia) karena ketololan para pembawa acara berita tersebut yang tidak mau mengerti akan alasan kenapa golput adalah freepass menuju kolam renang di Neraka Jahanam.

Well, bukan maksud saya ingin kotraproduktif atau nyeleneh atau apalah namanya. Pada intinya sih saya sepakat-sepakat saja ma omongan tu mahkluk kece. Secara dalam Islam yang saya pahami memang ada pengaturan untuk masalah kepemilikan seorang pemimpin di tengah-tengah ummat. Sampe sini saya sih dukung doski 1000%. Namun kelanjutannya saya jelas-jelas ga mendukung.

Seharusnya, sebelum membahas kelanjutannya, ada baiknya didefinisikan ulang kembali tentang siapakah pemimpin itu lalu negara itu apa serta apa fungsi dari pemimpin dan Negara itu sebenarnya. KAlau langkah awal ini sudah dibahas sebelumnya sih saya yakin keinginan saya untuk mencabuli TV saya ga bakal pernah ada.

Saya sih coba berpikir sederhana saja. Betul kita memang harus memiliki pemimpin tapi apakah memilih pemimpin yang malah melegalkan pabrik minuman keras & lokalisasi pelacuran dengan dalih biar terdata dan terkondisikan? Lalu apakah mau kita memilih pemimpin yang dengan tanpa beban menyulitkan hidup rakyat kecil menaikan harga BBM & ongkos pendidikan tapi malah memberikan kocoran dana bagi para koruptor yang berhutang pada negeri ini? Rasanya sulit nurani saya untuk memilih pemimpin yang seperti itu. Membenarkan tindakannya pun nauzubillahhimin dalik!!!

Bukan maksud saya tidak menghormati orang yang lebih tua tapi untuk kasus ini memang bukan untuk saling hormat-menghormati. Kayak upacara bendera aja pake hormat segala. Hehehe……

Dalam bahasa Sunda ada istilah kokolot begog. Nah saya mengibaratkan kakek tua yang kemaren menclok di TV ga jauh beda dengan istilah kokolot bebog ini. Dan saya sejak dulu kala hingga kini (edan kesannya tuir banget ya saya. Hehehe…) ga pernah suka dengan orang yang kokolot bebog. So, punten kalau sekarang pun saya ga bakalan nurut apa yang doski bilang. Kenapa ga mau nurut? Sebab kata begog artinya adalah monyet. Nah, sejak kapan saya harus nurut ma monyet??? Sampai perang Armageddon dimulai pun saya mah tetep hanya nurut kepada manusia bukan kepada monyet (ayo yang merasa tersinggung ngacung!!! Klo ngacung berarti monyet! Hehehe)

Lantas dibilang juga oleh yang terhormat kokolot begog tadi bahwa meskipun pilihan kita buruk tapi kewajiban memilih itu tetaplah wajib adanya. Lebih baik memilih yang baik dari yang buruk, memilih yang buruk dari yang terburuk, dan memilih yang terburuk daripada dirinya (begitu kali maksudnya. Hehehehe…). Secara logika sih memang benar apa yang dikatakan sang kokolot begog tadi. Selain karena ada dalilnya, ini merupakan pilihan strategis. Hanya saja ketika dipaksakan masuk ke dalam masalah pemilihan pemimpin atau ke dalam sesuatu yang telah ada aturan mainnya yang khas, rasanya perkataan dia sangatlah rancu.

Inilah dampak ketika pendefinisian awal tadi (siapakah pemimpin itu lalu negara itu apa serta apa fungsi dari pemimpin dan Negara itu sebenarnya) tidak dilakukan dengan benar. Alih-alih ingin berbuat baik tapi malah menyebabkan ketidakbaikan secara massal. Secara flatform kenegaraan yang dianut sekarang pun sebenarnya salah. Orang negara ini negara sekuler kok maksain dalil agama ke tengah-tengah rakyat. Kelihatan ayat-ayat hanya digunakan sebagai alat untuk mempermainkan kepentingan sebagian pihak. Secara flatform agama pun hal ini jelas salah, sebab agama jelas-jelas melarang memilih pemimpin yang tidak mau menerapkan ajaran agamanya. Nah loh???? Keblinger kan?

Barangkali kalau diibaratkan seperti ini nih; sudah gagah berani pake baju serba putih mau menolong orang kecebur eh malah menceburkan diri ke kolam buaya. Keluar dari kolam buaya masuk sarang singa, eh ujung-ujungnya nyungsep di pangguan Eva Maria. Hehehehe… So, baju putih yang tadinya putih akhirnya berlumuran darah dan noda-noda desahan yang terlarang.

Sungguh bukan maksud meledek orang-orang yang suka berbaju putih lantas nyungsep ke pangkuan Eva Maria. Lha kalau suaminya Eva Maria sukanya pake baju putih trus nyungsep ma si Eva kan ga papa. Halal kan?! Ini sebatas bentuk cinta saja (bukan cinta sejenis!!! Emang gue homreng). Perwujudan kasih saying aja kepada mereka calon-calon yang katanya bakal memimpin negeri ini. Termasuk juga mister kokolot begog yang sudah berbusa mulutnya.

Saya khawatir ketika mereka terpilih nanti justru bukan malah pahala yang didapat melainkan dosa. Sebab setahu saya 1 orang saja penduduk suatu negeri kelaparan maka yang dihantam palu godam ma malaikat penjaga neraka adalah pemimpin orang tersebut. Lalu kalau ada 1 orang saja yang melakukan perzinahan sudah pasti 40 keluarga sekitarnya tidak akan mendapatkan voucher dari Allah dan sudah sangat barang tentunya pemimpin negeri tersebut kena palu godam juga. Nah sekarang bayangkan saja dengan negeri ini. Kita tahu banyak hal illegal & terlarang tapi dengan terbuka dilakukan oleh sebagian penduduknya. Dan herannya pemimpin negeri ini malah memberi ruang atau mendiamkannya. So, bagaimana dengan pertanggungjawaban dia nanti di akhirat? Anggaplah 100 juta warga di Indonesia melakukan dosa. Lah berapa milyar kali palu godam yang bakal dikentungkan ke jidat pemimpin yang mereka pilih nanti? Ihhhh ngeriii…….

Jadi karena saya orang yang ga tegaan melihat darah & kekerasan –apalagi ini KDRN (Kekerasan Dalam Ruang Neraka)- maka saya lebih baik tidak memilih salah satu dari calon pemimpin negeri ini. Biarlah dianggap berdosa juga. Toh dosanya paling hanya buat saya sendiri bukan kemudian hasil kelipatan-kelipatan yang diterima oleh pemimpin negeri ini.

Kalau dipikir-pikir lagi, justru kalau semua golput justru bagus. Bakal banyak hal positif yang didapat. Artinya para golput dapat memilih pemimpin yang mereka inginkan sendiri. Tentunya pemimpin ini bakal mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Kalau pun ini tidak terjadi, maka sudah sangat mungkin Indonesia akan terhindar dari hutang luar negeri dan keterikatan yang memperbudak yang selama ini dijalin dengan korporasi-korporasi asing. Kenapa? Ya kalau semua golput kan mereka sudah tidak sepakat lagi dengan Indonesia. Indonesia akhirnya bubar jalan. Bikin lagi aja negara baru, negara golput, yang sudah barang tentu tidak bakal mau menerima hutang dan kewajiban yang dibebankan akibat kelakuan Indonesia dulu kala. Hehehe….

Enak kan??

Ya enaklah! Akhirnya kita bisa kentut dengan nyaman lagi. Secara selama ini mo kentut saja susahnya minta ampun. Emang iya?? Ga juga deng. Ini sih akal-akalna saya ajah biar nyambung ma paragraph diatas. Hehehe….

Oh ya sekarang bahas kentut. Kenapa kentut? Saya sendiri heran kenapa memilih kentut. Yang jelas saya menganggap omongan mister kokolot begog diatas ga ubahnya mirip kentut. Berbunyi & berbau tapi ga bermakna apa-apa. Berguna sih ada. Tapi berguna buat dirinya sendiri. Ya kalau dia ga kentut kan ga normal dung. Bisa-bisa dia kudu dirawat di rumah sakit. Berabe kan buat dia.

Sebenarnya keinginan untuk kentut itu tidaklah terlarang. Sebab itu adalah kebutuhan setiap manusia. Apalagi manusia seperti mister kokolot begog yang membutuhkan keeksisan di tengah masyarakat. Tentu hal ini perlu kita pahami. Toh saya pun kadang merasa ingin eksis berada di tengah-tengah orang banyak. Termasuk yang membaca tulisan ini. Tulisan ini adalah salah satu bentuk keinginan eksis saya. Hehehe…….

Wajar. Semua itu wajar. Namanya juga manusia. Akan tetapi menjadi kurang ajar ketika melepaskan kentut misal di tengah keramaian pasar dan sialnya berbau busuk. Tentunya semua orang yang ada disana menerima efek bom H2S ini. Baikkah??? Penggandrung bau H2S mungkin bakal langsung menyedot baunya bahkan menciumin pantat si pengebom. Tapi bagi kebanyakan orang, bau ini sungguh bukanlah hal yang baik buat hidung dan kesehatan mereka.

Lalu sekarang bagaimana dengan Teh Tikput? Sebenarnya Teh Tikput tidak ada hubungannya dengan kekisruhan pikiran saya diatas. Doski hanyalah seorang cewek yang saya gandrungi sekarang. Teh Tikput adalah panggilan sayang kepada doi. Namanya yang sudah dibubur merah bubur putih ma ortunya sih kalo ga salah Tika Putri; seorang seleb yang ikut nebeng jadi pemeran pendamping Revalina S. Temat di film Perempuan Berkalung Sorban. Hanya itu saja! Sumpah ga lebih. Ga tau kenpa saya lebih suka dia ketimbang Om berpeci yang muncul di TV sambil ngomongin golput kemaren. Ya iyalah! Emangnya eike bences! Rumpie dech yey! Jelek-jelek gini juga eike kan masih suka ma kecebong:p

Ya kalau dipaksa untuk ditarik hubungan antara ketiganya sih bias saja. Memang ada kesamaan antara ketiga hal yang saya bicarakan diatas. Kesamaan mereka adalah bahwa saya sangat menyukai untuk menjadi seorang golput, mengeluarkan kentut dan menikahi seorang Teh Tikput (kalau dia ridho. Hahaha….)

1 komentar:

diaNice mengatakan...

salut deh buat tikput, kalau nanti menerima begundal yang memilih golput, kentut, dan tak lupa anti thogut, pokoe akyu gak cuma manggut manggut tp doain jg smg terwujud :)

sekian dulu komen pertama dari ogut yg kyutt, makanya kapan2 maenlah ke garut, karena disana banyak cewe menyerupai tikput(canTIK tapi keriPUT)hahaha