Membongkar Gurita Cikeas (Download)

Rabu, 30 Desember 2009



Itu saya pusing-pusing mencari buku ini di toko buku. Ternyata itu buku tidak saya temukan. Akhirnya ketemu di internet. Terima kasih internet.

Sebagai balas jasanya, saya beritahukan juga pada semuanya yang membutuhkan buku ini. Biar tidak seperti itu saya waktu mencari-cari ke toko buku. Ini link Downloadnya Membongkar Gurita Cikeas dan Membongkar Gurita Cikeas (Full Version)

Pemenang QUIZ RUAR BINASA#1

Selasa, 29 Desember 2009



“Kalau Kamu Fesbukan Dengan Obama, Apa yang Akan Kamu Tulis di Wall Dia?”

(Mohon maaf pengumumannya telat, maklum lah namanya juga Engdonesia)

Seandainya ketiga juri (Begundal Militia, Divan Semesta, dan Anggawedhaswara) ada tinggal dalam satu rumah mungkin enak. Semua akan beres dengan cepat. Tanpa harus berlarut-larut hingga seperti sekarang ini.

Tapi nyatanya semua mimpi indah itu tidaklah menjadi realitas di lapangan. Ketiga juri yang cantik jelita itu berada di negaranya masing-masing. Terpisah berkilo-kilo jauhnya. Sehingga akhirnya terpaksa komunikasi pun digalang melalui e-mail dan sms. Walhasil komen yang masuk pun mencapai angka 500 (dikurangi 430an). Sisanya itu yang benar2 mengetik komen. Sedangkan yang 430an, kami yakin sebenarnya mereka tergerak untuk memberi komentar, entah ada konspirasi apa yang jelas mereka tidak jadi membubuhkan kata hatinya. Dan untungnya kami khusnuzan saja.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, beberapa yang dipilih oleh Divan Semetsa ada sama dengan yang dipilih oleh Anggawedhaswara, juga ada sama dengan yang Begundal Militia pilih. Namun yang benar-benar dipilih oleh ketiga juri sebenarnya hanya 2 saja. Tidaklah usah mencari tahu siapa. Biar ini menjadi rahasia kami bertiga. Sedangkan yang terpilih oleh kebetulan dua jri adalah sebanyak 5 orang saja. Sehingga sebenarnya total yang terpilih juri itu adalah hanya 7 orang. Namun berhubung kami baik dan semua yang mengisi komen baik dan bercita-cita untuk menulis komen di wall-nya Obama, maka kami tambahkan 3 orang pemenang hiburan untuk menggenapkan menjadi 10 pemenang.

Sumpah padahal kami ingin semua menang. Tapi kami lantas berpikiran, klo semua menang, dana untuk hadiah tentunya diserahkan pada semuanya. Lantas bagaimana dengan dana untuk “memberi pelajaran” pada Obama??? So, berdasarkan dari sanalah maka dengan berat hati, mau tidak mau inilah mereka yang kami pilih:

1. Aditya Nugraha
("Goblog siah. gelut jeung aing!!!")

2. Herman PuraPura Sibuk
("Obama ??.. kayaknya saya salah add friend deh.. ")

3. Fajar Ar-Rocketrase
(obamaaaaaaaaaa!!!!! menta chip mafia war euy!!!!!)

4. Koko Corleone
(ntar sambil baca doa obama: "OBAMA atinna fidunyah khasanah wafil'a
hiroti khasanah wakina adhabanar,.." heheheee,..)

5. Muhammad Abduh Hirawan
("ada hubungan apa kamu sama Pytm ?')

6. Telaga Kautsarwoeey
(Pak Dhe Bam, ngartos boso jowo ora??? kula arep nembok marang FB kowe anggo boso'ne wong kapitalis, kula sing ora ngartos... djiakakak.....kula boten nggadha tembok, ananing Gedhek.... saka pring.... sumrriwiinggg...... ^^...)

7. Faathir Archza
(Om barry kok gk mirip org negro lbh mirip org jawa dnegara kami byk yg mìrip kayak om loh)

8. Ridwan Nuryaman
(Obama go tu hel we lah ..... lieur ningali polah silaing make jeung acara pidato di mesir sagala bari jeung punduk nyanghareup tapi ati mungkir .... sarua lah maneh mah teu beda sareng nu atos2 sarua balad yahudi2 keneh, montong api2 'bageur' ka Islam jeung Ummatna lamun aya kawani sok ulah siga jalma hipokrit waluh !! Sow me yor ril pes .... or day laik eun esol siah kehed ..... dasar presiden peot hulu euweuh kawani .... uing moal katipu ku raray ilaing, cing demi moal !!!)

9. Begundal Blacklist
(salam buat michelle, terima kasih atas segalanya " =))

10. Randa Atmaja Gusti
(om obama... dulu waktu di menteng sukanya jajan apa ??? kerak telor, cireng, ato bir kocok ??? hehehehehehe)

Sumpah nomor urutan tidak menentukan kualitas. Terimakasih, sudah ikutan Quiz Ruar Binasa. Tidak ada satu pun yang lebih menarikdhidup di dunia ini ketimbang hidup senang dan rame. Ekoy?!


Jakarta, 28 Desember 2009

Tim Juri

PS:
Kepada pemenang kirimkan alamatnya ke imel atau private message-nya Pengkhianatyangtelahmusnah. Setelah itu jangan lupa untuk mengirimkan foto diri yang telah berhasil menggunakan, memakai, memakan hadiah dari kami (Gaya terserah keinginan masing). Agar kami tidak dituduh sebagi pembohong yang menyebarkan sayembara palsu.
Kepada yang belum menang tunggulah quiz berikutnya. Makanya pantengin terus Quiz ini!!!

Menyesatkan Lagu Anak Yang Sesat

Senin, 07 Desember 2009


Apa tanda-tandanya anak sudah bisa diajarkan menyanyi? Disini, di kontrakan Gandaria, Jagakarsa, tandanya adalah ketika itu anak mengoceh dan bersenandung sendiri. Itu versi kontrakan sini. Entah versi kontrakan Pak Haji Umar atau kontrakannya Bang Arif yang Ketua RT. Yang jelas anak sini (baca; Revo) mulai bisa bernyanyi ketika dia sudah mulai bersenandung sambil memanjat teralis jendela. Saya tidak tahu kenapa sejak itu dia mulai bisa diajarkan menyanyi. Apakah karena ia merasa dirinya Sir Edmund Hillary yang sedang berusaha memanjat Everest (yang butuh nyanyian agar bersemangat) ataukah dia merasa dirinya bagian dari Easy Company yang sedang latihan menaiki bukit? Agrh kenapa saya sampai sejauh itu memikirkannya. Toh saya yakin Revo belum pernah lihat Edmund Hillary atau Band of Brothers.

Lihatlah dia, itu Revo, memanjat naik terus ke atas. Bersemangat dengan nyanyian karangannya. Ke itu ujung horden. Sengaja saya tidak suruh dia turun. Biarkan saja pikir saya. Toh kalau jatuh ke bawah. Tidak bakal ke atas. Lagian kasihan nampaknya dia sedang begitu konsentrasi dengan lagu gubahan dan usaha mendakinya.

Satu lagu beres (nampaknya). Tak berselang 5 detik dia membuat nada-nada pentatonik yang tidak beraturan lagi. Beradu dengan suara hujan yang memang sedang lebatnya. Sekonyong-konyong, sebuah guntur yang tidak memakai M Romli belakangnya ikut memeriahkan suasana. Revo kelihatan kaget dibuatnya. Hampir saja dia free fall. Namun dengan sigap tangannya dia pegangkan lagi ke teralis besi. Mukanya memucat melihat kiri kanan seperti orang mau menyebrang. Saya lihat kiri kanan juga. Tidak ada mobil, tidak ada truk gandengan. Bebas untuk menyebrang. Saya bilang ke Revo supaya terus menyebrang tapi dia malah tetap celingak celinguk. Lantas memanggil itu nama alias saya sambil menangis keras. Ah, ada apakah gerangan? Kenapa dia tidak memanggil nama asli saya saja? Kan kita sudah saling kenal. Apa karena tidak sopan? Sebab budaya Timur melarang seperti begitu.

Oh, ternyata dia hanya ingin turun dari teralis besi itu. Sebab ternyata dia tidak tahu cara turunnya. Aha! Ini saat yang tepat buat saya untuk ikut menyanyi meramaikan suasana. Tentu saja dengan nada-nada yang tidak beraturan juga.

“Ayo teu tiasa turunnnn…. Ayo teu tiasa turunnn… Ayo teu tiasa turunnn… (Ayo tidak bisa turun)” itu saya berkoceh sambil menepukkan tangan dengan tepuk yang jelas bukan tepuk Pramuka.

Tahu dibegitukan oleh saya, tangis Revo sekarang disertai jerit metalnya. Jerit yang bisa terdengar sampai ke mimbar masjid yang terhalang kebun sepanjang lima puluh meter itu. Suara dia memang keras begitu. Kalau sudah menjerit seperti itu tak kalah lah dengan Sammy Hagar-nya Van Hallen. Sumpah demi metal!

Demi mengakhiri konser metal dadakan yang makin memanas lengkingnya, saya akhirnya mendekati Revo. Saya pegang badannya dari belakang sambil berkata kalau mau jadi vokalis metal tidak usah naik-naik teralis segala. Naik teralis mah cocoknya jadi wallclimber. Mengerti tidak begitu saya bilang dan tanya padanya. Alhamdulillah dia tidak mengerti. Ya sudah akhirnya saya turunkan dia dari teralis yang menjadi neraka baginya.

“Sok ayeuna mah amengna dihandap we! (Ayo sekarang mainnya dibawah saja) kata saya.

Revo sesegukan. Tangisnya masih belum habis. Namun berangsur mereda seketika si Um-Um Surum Um yang pengusaha pabrik susu datang.

“Eneng, nyanyi Naek Kereta Api kumaha?” si Um-Um Surum Um membuka keramaian.

“Api…tutttt…. tutttt…. tuttttt” Revo menyanyi-nyanyi sambil kepalanya goyang kiri kanan mirip orang lagi dugem. Oh mungkin begini ya kalau bayi dugem. Pikir saya.

“Naik kereta api tut.. tut.. tut.. siapa hendak turut.. ke Bandung.. Surabaya.. bolehlah naik dengan percuma.. ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama..” itu Um-Um Surum Um melanjutkan nada-nada Doel Sumbang nya.

“Eh Um-Um Surum Um, lagunya ganti ah!’ larang saya, “Jangan lagu itu!”

“Kok diganti?” Um-Um Surum Um bertanya-tanya.

“Itu mah lagu yang mengajarkan yang tidak benar”

“Tidak benar apanya?”

“Masa mengajarkan anak biar nanti naik kereta gratisan. Pantesan saja PT KAI suka berkeluh kesah rugi terus”

“Kok gratisan??? Oh iya. Hehehe…” Um-Um Surum Um tersadar tapi kemudian malah nyengir kuda.

“Yeee… malah nyengir deui” timpal saya, “Mau tidak nanti si Revo kalau besar naik keretanya ke atas gerbong terus?”

“Ya nggak lah” jawab dia, “Trus nyanyi apa atuh?”

“Seterah. Yang penting yang ararekoy (baca oke)”

“Neng, nyanyi balonku yu Neng!” Um-Um Surum Um mengajak Revo mengganti lagu. Dengan serta merta Revo lalu teriak “Dollllllllllllllllllll…” Mungkin maksudnya balonnya meletus.

“Eh, tapi lagu Balonku juga jangan” larang saya lagi.

“Kok jangan lagi?”

“Itu lagu yang mengajarkan anak tidak pandai berhitung. Masa balonnya cuma 5? Kan seharusnya balonnya ada 6. Sok geura itung! (Coba saja hitung)… Balonku ada 5… rupa-rupa warnanya… merah, kuning, kelabu.. merah muda dan biru… meletus balon hijau, dorrrr!!!”

“Dolllllllllllll……………” Revo ikut-ikutan ngedorrr.

“Coba hitung berapa warnanya tuh? Ada 6 kan?!"

“Eh iya ya. Kok baru tahu ya? Hehehe……” kata Um-Um Surum Umum, “Trus lagu apa lagi yang tidak boleh?”

“Sebentar mikir dulu nih” sengaja saya mengulur-ngulur waktu agar banyak lagu yang tidak boleh dinyanyikan. Bukan apa-apa, soalnya suara si Um-Um Surum Um fals. Hehehe… Tapi sebenarnya bukan itu kok alasannya. Saya sengaja saja mencari-cari alasan biar si Revo lebih pintar mengaji daripada menyanyi. Sepertinya alasannya tidak menyambung ya. Tapi biarlah.

Lalu saya katakan pada Um-Um Surum Um kalau lagu Bangun Tidur (Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi.. habis mandi ku tolong ibu.. membersihkan tempat tidurku..) pun tidak boleh. Sebab lagu ini mendidik anak tidak disiplin, selalu buru-buru, dan mengajarkan nudism. Masa setelah mandi lalu membereskan tempat tidur. Kan badannya masih basah. Bahkan telanjang pula. Harusnya yang benar kan pakai baju dulu.

“Lagu Burung Kutilang, Ibu Kita Kartini, dan Bintang Kecil juga tidak boleh!”

“Hah? Kok bisa?”

“Ya bisa dong. Kenapa juga tidak bisa?” jawab saya.

Lagu-lagu tadi mengajarkan anak untuk pintar berbohong dan memanipulasi realita. Begitu kata saya. Suatu hari nanti kalau mereka (baca: anak-anak) terus diajarkan lagu-lagu seperti ini dikhawatirkan ketika dewasa nanti dia menjadi koruptor. Coba saja resapi lagu Burung Kutilang (Di pucuk pohon cempaka.. burung kutilang berbunyi.. bersiul-siul sepanjang hari dengan tak jemu-jemu.. mengangguk-ngangguk sambil bernyanyi tri li..li..li..li..li..li..). Sejak kapan suara Kutilang jadi tri li li li li. Bukannya yang benar adalah cuit…cuit…cit. Yang tri li li li li itu mungkin suara Agnes Monica yang sedang menyanyi di Tra la la tri li li (acaranya dia dulu).

Mendengar itu, Um-Um Surum Um cengengesan lagi. Sialan pikir saya. Kenapa dia cengengesan. Padahal saya sedang membahas dengan ilmiah begini. Demi membuktikan keilmiahan saya, saya buktikan lagi dengan lagu-lagu lainnya. Lagu Ibu Kita Kartini (Ibu kita Kartini…putri sejati.. putri Indonesia.. harum namanya…) adalah lagu pembodohan begitu saya bilang padanya kemudian. Masa sudah tahu namanya Harum eh masih dibilang Kartini. Bukannya itu pembohongan yang begitu jelas. Begitu juga dengan lagu Bintang Kecil (Bintang kecil dilangit yg biru…). Saya suruh saja Um-Um Surum Um melihat keluar jendela. Lantas bertanya apakah warna langit diatas itu biru. Saya ulang sampai tiga kali pertanyaan itu. Dan saya yakin semua orang termasuk Um-Um Surum Um akan menyangkal akan penyataan di lagu itu. Sebab langit diluar sana berwarna gelap aka hitam. Bukan biru.

“Hehehe…. Iya ya?”

“Iya.. Iya terus ah dari tadi” kata saya. (Padahal maksud saya ayo dong pikirkan lagi lagu apa lagi yang dilarang. Sudah cukup semaput nih mencari alasan-alasan biar masuk akal)

“Naik Delman juga tidak boleh” ujar saya lagi.

“Kenapa?”

“ Itu lagu mengajarkan anak tidak sopan kepada orang lain” jawab saya, ” …Pada hari minggu ku turut ayah ke kota.. naik delman istimewa ku duduk di muka.. Nah muka siapa tuh yang diduduki? Muka ayahnya atau kusir delman?”

“Hahaha……”

“Nina Bobo juga sama”

“Nina Bobo kenapa?”

“Nina Bobo mengajarkan anak hidup penuh ancaman. Hidup dalam naungan teror. Hidup untuk memusuhi ciptaan Allah”

“Hah?”

“Dengarkan nih! Nina bobo.. ooh nina bobo… kalau tidak bobo digigit nyamuk” saya berdendang, “ Nyamuk dicap teroris setiap hari. Padahal Allah menciptakannya tentu ada gunanya. Bukan semata-mata menjadi teroris buat manusia setiap malamnya”

“Hehehe… Ah ada-ada aja”

“Ya harus diada-adain atuh!”

“Apalagi?”

“Lagu Cakul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung dikebun kita…

“Itu kenapa?”

“Itu lagu yang mengajarkan anak agar menjadi orang yang lebay, bodoh, dan tidak efektif & tidak efisien. Lha wong mau menanam jagung kok mencangkulnya dalam-dalam. Memangnya mau bikin sumur. Kuburan juga paling satu meter tidak perlu dalam-dalam sekali?”

“Hehehe… “

“Hehehe…” Revo ikutan ketawa melihat Um-Um Surum Um cengengesan dari tadi.

Eh, si Eneng siga nu ngartos wae (Ih si Eneng seperti yang mengerti saja)” kata saya,”Eneng ngartos? (Eneng mengerti?)”

“Manyun…manyun… muachhh” Revo malah me-manyun-kan (memajukan) bibirnya lalu mencium si Cobo boneka beruang nya yang segede alaihim gambreng itu.

“Nih ada lagi!” kata saya, “Lagu Aku seorang kapiten!”

“Memangnya kenapa lagu itu?”

“Lagu ini mendidik anak menjadi penjajah yang tidak konsisten. Sekaligus mengajarkan Revo menjadi tomboy”

“Alasannya?”

“Lagu itu kan lagunya anak laki-laki. Nah klo si Eneng diajarkan lagu itu. Nanti dia malah main pedang-pedangan. Bukan boneka atau masak-masakan. Tomboy lah sudah dirinya. Beruntung kalau cuma tomboy saja. Kalau jadi aktivis kesetaraan gender yang feminis bagaimana coba?”

“Hehehe… Terus…terus???”

“Lagu ini juga tidak konsisten. Kalau misal ingin cerita tentang sepatunya seharusnya menyanyi begini…Aku seorang kapiten… mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang).. kalau berjalan prok..prok.. prok.. Tapi kalau ingin cerita tentang pedangnya, harusnya menyanyinya seperti begini …mempunyai pedang panjang… kalo berjalan srek.. srek.. srek… Benar tidak???”

“Iya… hehehe…”

“Kalau yang menjadi penjajahnya gimana?” Um-Um Surum Um membuat dirinya bagai investigator polisi.

“Ah itu mah gampang. Kapiten kan khas istilah jaman Kompeni begitu. Benar tidak? Pertanyaanya sekarang, kenapa harus Kapiten? Kenapa tidak mujahid atau mujahidah? Coba dengarkan kalau lagunya digubah menjadi seperti ini …Aku seorang Mujahidah… mempunyai pedang panjang… kalau berjalan sret…sret…sret…. Aku Seorang Mujahidah! Lebih pas dan syar’i kan?”

“Hehehe... Bener-bener” Um-Um Surum Um mengiyakan saja. Soalnya kalau tidak mengiyakan percuma baginya. Biasanya kalau tidak mengiyakan selalu akan saya arahkan agar menjadi iya dengan apa kata saya. Jawab iya atau tidak iya menjadi sekedar formalitas baginya sebab jawabannya sudah ada; Iya. Begitulah saya yang telah menjadikan saya bagai penjajah baginya. Tapi tentunya saya bukan penjajah yang semena-mena seperti Tuan Daendels.

“Terus lagu apa atuh kalau begitu yang cocok buat Eneng?” tanya Um-Um Surum Um.

“Sudah dengarkan saja ini!” saya perlihatkan CD Murrotal yang kemudian saya santapkan ke mulut DVD player. Lalu saya seolah-olah menjadi Tuhan dengan menghidupkannya. Murotal pun mulai mengalun dengan indahnya.

“ Aohhhhhhh………” Revo mengangkat kedua tangannya lalu melipatkannya di perut. Hampir mirip dengan orang yang sedang takbiratul ikhram. Setelah itu lalu dia sujud dengan pantat yang ditunggingkan dengan lebaynya. Begitu berulang-ulang. Berulang-ulang. Dan berulang-ulang.

Duduklah disini

Jumat, 04 Desember 2009



Duduklah disini bersamaku
Kan kuberikan secarik kertas berisi puisi
yang kau baca sekarang ini

Jakarta, 2009
Tengah malam sambil membungkus kado buat Um-Um Surum-um yang kembali ulang tahun ketika hari sudah menjadi 26 November 2009

Upacara Hari Pahlawan

Rabu, 11 November 2009



Hari itu sudah menjadi Selasa. Saya tidak lagi upacara bendera. Sengaja saya begitu. Bukan karena tidak ada sebab. Sebab kalau disebab-sebabkan maka akan banyak sebab. Dan saya kira itu memang tidak perlu. Kalau masih dianggap perlu, baca saja buku-buku di Palasari. Itu pasar buku yang ada di Bandung. Naik angkot Buahbatu-Sederhana kalau dari rumah saya. Turun di Jalan Gajah. Jalan sedikit ketemulah dengan banyak penjual buku. Nanti pilih salah satu dari mereka. Lalu tanya sama pedagangnya, ada buku yang bilang nasionalisme ibarat menggigit kemaluan sendiri tidak. Kalau ada beli. Kalau tidak ada, naik lagi angkot Buahbatu-Sederhana ke rumah saya, insyallah nanti saya bajakkan bukunya.

Tapi sumpah, saya sudah sejak SMA dulu paling malas untuk upacara bendera. Makanya setiap pergantian KM (baca; Ketua Murid), setiap itu pula saya melakukan lobby-lobby tingkat tinggi pada pejabat KM baru. Bukan untuk menjilat (ket: sebab saya tahu kalau menjilat mereka rasanya asam. ABG begitu loh!) tapi itu saya sengaja agar saya ditempatkan piket kelas di hari Senin. Hari dimana upacara bendera selalu diselenggarakan, hari dimana yang datang telat dipajang di lapangan upacara, hari dimana anak-anak berlomba berbaris untuk menjadi yang paling belakang, hari dimana pembacaan Pancasila oleh Kepala Sekolah selalu dijadikan gurauan, hari dimana saya selalu datang lebih pagi dari biasanya.

Begitu setiap tahunnya. Selama di kalender masih ada hari Senin, saya konspirasikan agar sayalah mendapatkan kursi empuk petugas piket kelas hari itu. Pokoknya selama Teori Konspirasi masih bisa dijalankan, saya usahakan tidak berupacara. Hingga kemarin akhirnya saya ditanya oleh seorang ibu-ibu di tempat kerja.

“Kok kamu tidak upacara sih?”

“Sudah hobi, Bu” jawab saya sambil cengengesan.

“Hobi kok aneh gitu?”

“Hobi orang kan beda-beda Bu. Namanya juga manusia. Tidak ada yang sama di seluruh dunia ini. Maka wajar saja kan kalau hobinya berbeda-beda”

“Begundal, kamu tidak cinta Indonesia ya?”

“Ya cinta dong, Bu. Jelek-jelek bobrok juga Indonesia tempat saya lahir”

“Cinta apanya? Disuruh upacara saja tidak pernah. Padahal ini kan upacara buat mengenang pahlawan-pahlawan kita”. Kebetulan kemarin tanggal 10 November. Itu hari Pahlawan Indonesia.

‘Yeee… si Ibu mah

“Yee gimana? Itu tanda kamu tuh gak menghormati pahlawan kita yang berjuang dulu”

“Buat saya mencintai tanah air dan menghormati pahlawan itu tidak perlu hari khusus, Bu”

“Kok begitu?”

“Soalnya cinta dan pahlawan saya luas serta banyak”

“Luas dan banyak gimana?”

“Iya saya tuh cinta Indonesia. Tapi cinta juga Malaysia, cinta Brunei, cinta Thailand, cinta Sudan, cinta Palestina, cinta Sudan, cinta Afghanistan, cinta Chechnya, Cinta Filipina, cinta Spanyol, cinta Arab Saudi” begitu kata saya, “Pahlawan saya tersebar di negeri-negeri tadi. Makanya saya mah cinta semua”

“Banyak amat”

“Harus banyak dong, Bu”

“Lha kok malah harus?”

“Buat saya, yang namanya pahlawan itu ya para mujahidin. Tidak adil dong kalau saya cinta Indonesia dan pahlawan Indonesia saja. Kan mujahidinnya tersebar dimana-mana. Jadi mau tidak mau cinta saya harus luas. Tersebar. Menembus sekat-sekat territorial”

“Agrh… kamu ini ada-ada aja. Cari-cari alasan”

“Ibu ini bagaimana. Justru harusnya Ibu bangga pada saya. Sebab cinta saya begitu luas. Saya berani diadu besar mana cinta mereka yang tadi upacara dengan saya. Mau sebanyak apapun orang upacara, cintanya tidak bisa mengalahkan luasnya cinta saya”

“Luas dari Hongkong!”

“Tidak usah jauh-jauh ke Hongkong, Bu. Disini saja kalau mau mendengarkan saya. Toh, meskipun saya cinta Hongkong, saya belum tentu bisa pergi ke Hongkong. Tidak ada uangnya, Bu”

“Hehehe…” si Ibu tertawa.

“Bu, mari kita berandai-andai. Kalaulah cinta Ibu dan saya dibandingkan, cinta Ibu itu hanyalah rahmatan lil Indonesia. Nah, sedangkan saya rahmatan lil alamin

“Hehehe…”

“Di negeri apapun kita hidup, mau di Timbuktu atau di Etophia, yang terpenting adalah kita menjadikan diri kita sebagai makhluk yang paling bertaqwa sekaligus cantik (seperti saya, itu dalam hati saya). Makhluk yang berguna bagi dunia karena perbuatan baiknya. Yang semata-mata didasari atas nama Allah dan agamanya”

“Hehehe… iya Pak Ustadz” Si Ibu ketawa sambil menyindir (barangkali)

“Ibu sepakat tidak?”

“Ya sepakat aja sih tapi masa pahlawan di negara orang dihormati juga”

“Namanya juga Mujahidin, Bu. Mau di negeri mana pun ya harus dihormat. Mereka itu generasi terbaik setelah generasinya Rasulullah.”

“Ntar gimana kalau tentara negara kita perang dengan tentara negara lain atau mujahidin versi kamu? Mau kamu anggap mereka pahlawan juga?”

“Bu, yang namanya Mujahidin itu pantang perang dengan sesama muslim. Kan sesama Muslim itu saudara. Innamal mukminuna ikhwah. Lagian tentara atau pahlawan yang benar itu pasti perangnya karena didasari nama Allah semata. Selain itu hendaknya dipertanyakan lagi status ketentaraan dan kepahlawanan mereka. Kecuali kalau konteksnya seperti yang saya bilang tadi, tentara/pahlawan yang rahmatan lil Indonesia atau yang rahmatan lil alamin

“Serem ah ngobrol ma kamu. Kayak teroris aja”

“Kok teroris sih, Bu? Memangnya kalau saya teroris bagaimana, Bu? Apa wajah imut-imut begini seperti teroris ya?”

“Hehehe…”

“Jadi tidak salah kan kalau saya punya pendapat begitu?”

“Nggak salah sih. Cuman serem aja”

“Biarin ah seram juga. Yang penting saya masih tetap imut. Benar kan, Bu?”

“Terserah kamu deh. Hehehe…”

QUIZ RUAR BINASA

Selasa, 10 November 2009

Quiz “Kalau Kamu Fesbukan Dengan Obama, Apa yang Akan Kamu Tulis di Wall Dia?”

Sumpah ini quiz beneran. Bukan bohongan. Kalau bohongan, untuk apa saya membohongi ratusan orang yang ada di link saya ini. Bisa-bisa kalau ketahuan berbohong, saya sudah jadi matahari-mataharian di Pos Satpam. Sengaja saya tidak pakai kata “bulan”, sebab matahari lebih besar daripada bulan.

Seandainya saya Bakri, tentu saya akan hadiahi pemenang quiz ini dengan satu buah rumah di Bogor Nirwana Residence (ket: yang tidak tahu tanya Fajarullah). Sayang saya belum sempat seperti dia. Maka untuk ini saya berikan saja T-Shirt bagi pemenang 1, 2, dan 3. Sedangkan pemenang selanjutnya hingga yang ke-10 saya berikan kenang-kenangan dari sponsor saja. Suka tidak suka diterima saja ya. Namanya juga rezeki. Ya kalau tidak menganggap itu rezeki, maka maklumi saja. Namanya juga sponsor.

Aturan main quiz ini sederhana saja. Kawan-kawan seantero dunia yang membaca quiz bombastis ini tinggal membubuhkan itu pendapatnya bila suatu saat ternyata Obama meng-add-mu menjadi temannya. Kawan-kawan mengandaikan akan menulis sesuatu di wall si Obama. Tapi ditulisnya tidak perlu lah di FB Obama yang beneran. Cukup disini atau akan lebih baik kalau mengisi langsung di Grup Quiz Ruar Binasa. Masih dalam jejaring FB. Silakan di klik lnk ini (http://www.facebook.com/pages/Jakarta/Quiz-Ruar-Binasa/173398324294). Atau bisa juga mengisi langsung di blog; www.begundalmilitia88.blogspot.com

Kenapa di kedua link itu? Biar saya tidak capek harus copas ke tim juri (Kepada Fajarullah & M. Angawedhaswara ini penodongan yang tidak bisa ditolak yang menyebabkan kalian tidak terlibat didalamnya). Andai saja tim juri berada dalam satu alamat. Tentunya akan lebih enak. Bisa saling diskusi, protes hingga ngopi bareng. Atau mungkin menggerutu karena beda pendapat ketika memilih pemenang. Sayangnya ternyata tidak.

Dengan berkat rahmat Allah Yang Maha Segalanya, insyallah, quiz ini tidak ada tujuan apapun. Ini hanya quiz untuk menyambut Tahun Baru Islam 1431 H (yang menurut kalender Masehi bertepatan dengan tanggal 18 Desember 2009). Tapi kalau diinterpretasikan berbeda ya terserah lah. Itu urusannya langsung ke Allah. Oleh karenanya, quiz ini pun dibatasi masanya. Ia berakhir tepat tanggal 16 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari dimana Sidang Umum PBB membatalkan Resolusi 3379 yang menyatakan bahwa Zionisme adalah rasisme, hari dimana Soe Hok Gie wafat, hari dimana Kazakhstan merdeka, hari dimana saya patah hati. Agrhh… saya rasa tidak penting. Tapi tetap quiz berakhir 16 Desember 2009 tanpa ada sebab musabab.

Pemenang atas quiz ini sepenuhnya merupakan pilihan mutlak tim juri (Fajarullah, M. Anggawedhaswara & Pengkhianat). yang tidak bias diganggu gugat Hanya komen yang asoy geboy indehoy binti eplok cendol lah yang akan dijadikan 10 pemenang. Selain dari itu, kami haturkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaan mencurhatkan isi hatinya di ruang yang sudah kami sediakan. Nantikan quiz selanjutnya.

NB: Pengumuman juaranya tanggal 18 Desember 2009. Tepat Tahun Baru Islam. Biar di tahun baru, baju pun baru.



PERINGATAN:
DILARANG MENYUAP JURI DIBAWAH 1 MILYAR!!!

Ini Bukan Eny Arrow


……………

Menjelang pulang, AA memberi Ra uang 300 dollar AS. AA lalu memeluk Ra dan mengajak bersetubuh. Namun, ajakan ditolak dengan mengatakan, “Lain kali aja Pak,” Tak berhenti sampai di situ, Aa lantas mencium pipi kiri dan pipi kanan.

Pertemuan itu lalu diceritakan Ra kepada Nas. Merasa mempunyai kepentingan, Nas lantas meminta Ra kembali menemui AA. Ia berharap Ra dapat menjadi penghubung dengan AA. Hal ini terkait dengan usaha Nas untuk menjadi direktur BUMN. “Setelah dihubungi, AA bersedia bertemu di tempat yang sama. Selanjutnya, dengan menggunakan taksi, Ra dan Nas menuju Hotel GM. Saat akan menuju kamar, Ra diminta Nas agar mengaktifkan HP supaya bisa mendengar pembicaraan.

Pada saat Ra masuk, AA sudah berada di dalam kamar dan mempersilakan Ra duduk di sofa. Ra kembali meminta AA menjadi member MG, dan juga menanyakan kemungkinan “kerabat”-nya (Nas) menjadi Direktur BUMN. Di sela pembicaraan, AA meminta Ra memijat punggungnya. Pada saat sedang dipijat, AA membalikkan tubuh lalu mencium pipi, bibir, membuka kancing baju dan menurunkan bra sebelah kiri sambil berkata ‘katanya pertemuan selanjutnya kamu mau kan’.

Ajakan tersebut kembali ditolak Ra. Karena takut terdengar korban, Ra kemudian mematikan telepon seluler. Meskipun ditolak, AA masih terus menjamah tubuh Ra dan meminta Ra memegang alat kelamin AA hingga mengeluarkan sperma. Sebelum pulang, AA memberikan uang sebesar 500 dollar AS.

Ketika akan keluar kamar, tiba-tiba Nas masuk dan marah sambil berkata kepada AA, “Mengapa Bapak bertemu dengan istri saya di sini dan apa yang Bapak lakukan terhadap istri saya? Kemudian Nas menampar pipi Ra. Mendengar kemarahan Nas, AA
memohon, “JANGAN PAK, SAYA MASIH INGIN MEMPERBAIKI NEGARA”

***

Ini bukan kutikan stensilan Eny Arrow. Bukan pula dukungan buat orang yang terlibat di dalam tulisan. Ini hanya saya ingin saja. Ingin pajang-pajang disini. Ingin biar rileks. Ingin tidak dianggap pornografi. Tapi intinya sih ingin menyebarkan bahwa memperbaiki negara tidak perlu capai-capai masuk parlemen. Cukup hanya dengan pintar menurunkan bra, maka anda sudah menjadi pahlawan di negeri ini. Asoyyyyy………………

Fatamorgana Pulihnya Ekonomi Global


Pendahuluan

Pada peringatan 60 tahun Great Depression, Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan Amerika Serikat mempublikasikan perhitungan bahwa PDB ekonomi AS mulai tumbuh setelah selama empat catur wulan mengalami penurunan. Jika ini benar, maka ini adalah pertumbuhan pertama perekonomian AS selama satu tahun ini. Amerika Serikat bergabung dengan ekonomi terkemuka lain seperti Jepang, Cina, Jerman, dan Perancis yang tampaknya mulai bangkit dari resesi dan terhindar dari kolaps. Beberapa pihak berpendapat bahwa ini merupakan pertanda berakhirnya ‘resesi besar’ dan kembalinya era pertumbuhan ekonomi.

Untuk menilai kebenaran pendapat ini, kita perlu melihat kembali faktor-faktor penyebab resesi dan menganalisanya, apakah faktor-faktor tersebut masih ada atau apakah faktor-faktor tersebut telah digantikan oleh kondisi-kondisi ekonomi yang akan membawa pertumbuhan baru yang lebih dapat dipertahankan dan berkelanjutan.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara Barat pada dekade terakhir ini digerakkan oleh gelembung ekonomi sektor (pembiayaan) properti/real-estate yang menstimulasi perekonomian negara Barat lainnya. Gelembung tersebut mencapai proporsi yang sangat luar biasa besar, karena bank-bank berhasil menciptakan beragam produk keuangan yang dimunculkan dari utang properti (KPR) untuk kemudian dijaminkan dan dijual kepada bank-bank lain. Rupanya, laku kerasnya jualan baru itu dikarenakan adanya asumsi bahwa gelembung ekonomi sektor properti dan pembiayaannya akan terus berkembang.

Kenyataannya, pada bulan April 2007 perusahaan hipotek kategori sub prima (KPR bagi kalangan tak mampu) – New Century Inc – kolaps. Diikuti dengan jatuhnya Northern Rock pada bulan Februari 2008, lalu AIG, Lehman Brothers, dan bank-bank besar lainnya. Jatuhnya berbagai bank dan hedge fund properti menunjukkan kepada kita bahwa pertumbuhan/boom ekonomi pada dekade terakhir bukanlah boom ekonomi yang sustainable. Ia juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut dibangun berdasarkan asumsi liar bahwa harga properti akan terus menerus naik. Asumsi tersebut saat ini terbukti salah, harga properti justru semakin jatuh, karena banyak rumah yang terpaksa harus dilelang bank akibat pemilik hipoteknya gagal bayar. Terungkap sudah adanya lubang besar dalam praktek bank-bank besar dunia dalam menyalurkan utang.

Banyak bank yang seenaknya saja mengucurkan utang demi mengejar target dan bonus tahunan. Praktek tidak bertanggung jawab ini menyebabkan mereka ‘terpaksa’ melakukan write-off (pembatalan utang) terhadap puluhan trilyun utang, karena banyak yang wanprestasi (default/ Non Performing Loan). Hal ini mengakibatkan penghentian tiba-tiba kegiatan inti (sekaligus cashflow) perbankan, yakni mencari dana pihak ketiga dari nasabah dan meminjamkannya kepada beragam permohonan pembiayaan bisnis dan proyek. Oleh sebab itulah krisis yang sejatinya berada di ranah keuangan / moneter dapat berpengaruh kepada ranah ekonomi riil, di mana produksi turun, perusahaan bangkrut, dan pengangguran meningkat. Seperti itulah bangunan perekonomian Barat yang pada dekade terakhir digerakkan oleh sektor properti (utang hipotek).

Demi mencegah kehancuran perekonomian mereka lebih lanjut, pemerintahan negara-negara Barat melakukan intervensi dalam skala yang luar biasa besar. Gagasan tersebut muncul dari prediksi bahwa jika ada banyak orang yang tidak dapat melakukan konsumsi yang dapat merangsang kegiatan ekonomi, maka negara dipandang perlu untuk menyediakan uang yang dibutuhkan untuk merangsang ekonomi itu sendiri dan pada akhirnya akan mengembalikan kepercayaan diri serta mulai nmenggerakkan roda ekonomi. Dalam hal krisis yang sedang terjadi saat ini, pemerintahan negara-negara Barat mengambil tiga pendekatan penyelamatan, yakni nasionalisasi, paket stimulus, dan pencetakan uang baru.

Menganalisis Aksi Pemulihan Ekonomi

Banyak ekonom dan pembuat kebijakan yang berpendapat bahwa perekonomian negara-negara besar telah menunjukkan pertumbuhannya antara bulan April dan Juni 2009, dan hal ini menandai berakhirnya ‘resesi besar’.

Selama resesi, Jerman kehilangan 6,7% pendapatan nasionalnya. Jerman adalah jantung industri manufaktur di Eropa. Dalam menumbuhkan ekonominya, ia sangat bergantung kepada ekspor. Jadi, masalah terbesar baginya adalah jatuhnya tingkat perdagangan global, yang tahun ini oleh WTO diprediksikan menurun 10%. Meski demikian, kebijakan populis Kanselir Angela Merkel dan kesepakatannya dengan Russia untuk memasok kendaraan pabrikan Jerman menunjukkan bahwa pulihnya ekonomi Jerman didasarkan kepada adanya faktor-faktor temporer dan bukan perbaikan fundamental ekonomi mereka. Pada bulan Februari 2009, pemerintah Jerman menyetujui rencana paket stimulus senilai Euro 50 milyar. Mereka juga menerapkan Program Pembuangan Mobil pada bulan Februari 2009, di mana para pemiliknya akan menerima insentif tunai untuk pembelian mobil baru sehingga dapat memulihkan industri mobil yang sedang sekarat. Program ini dianggap berhasil, dengan peserta mencapai lebih dari 1,7 juta orang

Semenjak masa puncak resesi hingga saat ini, penurunan pendapatan Perancis adalah 3,5%. Pemerintah Perancis mengumumkan prakarsa senilai Euro 26 milyar yang didesain untuk merevitalisasi ekonomi. Perancis dan Jerman telah keluar dari resesi karena sektor keuangan hanya sebagian kecil komponen dalam perekonomian mereka.

Penurunan total yang cukup telak menimpa Jepang dengan angka 8,4%. Kebijakan stimulus pemerintah yang mencapai USD 260 milyar telah membantu penggelembungan kembali ekonomi. Termasuk dalam paket stimulus tersebut adalah pemberian uang tunai dan subsidi untuk membeli peralatan rumah tangga dan kendaraan yang hemat energi.

Jika benar bahwa AS telah keluar dari resesi, maka total penurunan pendapatannya adalah 3,7%. Data PDB tiga perempat tahun 2009 menunjukkan bahwa memang ada kenaikan penjualatan ritel bulanan sebesar 2,2% selama bulan Agustus lalu, yang merupakan kenaikan prosentase terbesar semenjak bulan Januari 2006. Tapi sesungguhnya kenaikan tersebut digerakkan terutama oleh kenaikan 11,6% kenaikan penjualan mobil, yang merupakan dampak langsung dari Program Cash for Clunker (sama seperti Program Pembuangan Mobil di Jerman). Ketika program tersebut selesai, penjualan ritel justru jatuh 1,5% pada bulan September.

Paket Stimulus = Menyelesaikan Masalah?

Pada puncak krisis ekonomi banyak negara Barat yang mengembangkan paket stimulus dalam rangka menyelamatkan ekonomi mereka dari kejatuhan. Stimulus paling terkenal adalah paket USD 1,2 Trilyun pada tahun 2008. Tapi harus disadari bahwa stimulus adalah semacam minuman penambah energi atau doping yang berdampak sementara. Ia didesain untuk menstarter ekonomi yang mogok, bukan menjadi bahan bakar yang dapat menumbuhkan ekonomi secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, pertumbuhan yang saat ini terjadi di beberapa negara sesungguhnya adalah hasil yang diinflasi. Disebut diinflasi karena ia muncul sebagai dampak dari aksi stimulus yang bersifat sementara. Prakarsa pemerintah seperti Program Pembuangan Mobil yang banyak ditemui di negara-negara Barat, pengurangan PPN di Inggris dan pajak pembelian rumah pertama di AS dan Perancis berkontribusi masing-masing sekitar 1% dan 0,5% terhadap porsi total kenaikan PDB yang terkait penjualan kendaraan bermotor dan investasi perumahan. Manakala program-program tersebut berakhir, maka berakhir pula kontribusinya terhadap ekonomi.

Terkait ‘berakhirnya’ resesi ini, ekonom dari IHS Global Insight, Brian Bethune berpendapat: “Mendapati perekonomian tumbuh kembali adalah hal baik, tapi kami tidak berpandangna bahwa tingkat pertumbuhan ini dapat berkelanjutan karena ia telah didistorsi oleh segala macam stimulus pemerintah. Tantangannya di sini adalah mendapatkan pertumbuhan organis, pertumbuhan yang tidak dibantu oleh steroid/doping fiskal.”

Salah satu bukti dari betapa tidak fundamentalnya pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pengangguran yang masih 9,8% di AS sendiri, atau sekitar 15 juta pengangguran.

Saat melihat pertumbuhan dari segi kualitas, banyak sekali faktor-faktor ekonomi yang sesungguhnya temporer dan tidak dikendalikan oleh faktor-faktor yang dipandang sustainable. Dana Saporta, ekonom dari Stone&McCarthy Research di Skillman, New Jersey menguatkan hal ini: “Kebanyakan kekuatan ekonomi AS dibangun oleh faktor-faktor temporer seperti prakarsa stimulus fiskal seperti kredit pembelian rumah tinggal.” Justru pada kenyataannya bantuan yang disediakan pemerintah di seluruh muka bumi menunjukkan pentingnya bantuan pemerintah dalam pemulihan ekonomi tahap awal, yang jika ia dihilangkan maka sangat mungkin ekonomi Barat akan jatuh menuju resesi lagi. Dan ini sepertinya kemungkinan yang akan terjadi, jika tidak boleh dikatakan akhirnya pasti terjadi, karena pemerintah tidak akan mampu terus menerus memberikan paket bantuan stimulus yang mahal.

Paket stimulus telah mendorong pertumbuhan yang artifisial/palsu. Sekali saja negara-negara Barat melepaskan dirinya dari upaya bantuan pemulihan ekonomi yang telah mereka sediakan, maka kita perlu melihat kembali apakah pasar bebas benar-benar dapat berfungsi secara mandiri. Dengan semakin dekatnya musim belanja yang datang (Haji, Kurban, Natal, Libur akhir tahun), kuartal akhir tahun ini akan menunjukkan angka yang baik terhadap aktivitas konsumsi yang tidak distimulasi. Namun, dengan tingkat pengangguran yang sedang memuncak, produksi nasional yang masih prematur dan utang yang masih tinggi, tumbuhnya pendapatan pada kuartal akhir ini sangat banyak dipengaruhi oleh aksi stimulus pemerintah, dan oleh karenanya ia sangat mungkin merupakan pertumbuhan yang diinflasi dan tidak berkelanjutan.

Simpulan

Sementara AS sebagai ekonomi terbesar dunia sepertinya mulai keluar dari resesi, ekonominya tetap bergantung kepada belanja konsumen (tingkat konsumsi). Ini dapat diketahui dari porsinya yang sekitar 70% dari PDB. Sementara ekspor hanya memperoleh porsi 11% dalam konstruksi ekonomi AS. Maka tingkat belanja konsumsi yang berkelanjutan adalah hal yang esensial bagi AS. Sayangnya, saat ini tingkat konsumsi di AS masih belum menunjukkan adanya sinyal perbaikan.

Bantuan yang diberikan oleh Dunia Kapitalis tidak akan pernah benar-benar menyentuh permasalahan ekonomi yang mendasar, yakni pertumbuhan yang tidak berkelanjutan, tingkat konsumsi yang digerakkan oleh utang, sektor keuangan model kasino/judi, dan pertumbuhan ekonomi balon (bubble economies). Yang dapat dilakukan oleh paket-paket stimulus tersebut hanyalah untuk menjaga Ekonomi Kapitalis mengambang meski pengangguran, pengambilalihan aset, dan kebangkrutan tetap ‘meraja-lela.’

Jadi meski secara statistik Ekonomi Kapitalis ‘mungkin’ telah keluar dari resesi, kenyataannya yang membumi sangatlah berbeda. Intervensi a la Sosialisme oleh Pemerintahan Kapitalis telah berhasil menunda sementara kejatuhan ekonomi. Namun, sekali saja seluruh prakarsa temporer tersebut ditarik dari ‘pasar bebas,’ maka pasar sepertinya sangat tidak mungkin bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Oleh karenanya, ekonomi dunia secara riil masihlah sama kondisinya dengan posisi tahun lalu.

Sungguh malang. Pada saat mayoritas masyarakat Kapitalis menghadapi prospek pengangguran dan pengambil-alihan aset yang semakin muram, mereka tidak akan mendapatkan kembali sedekah pemerintah untuk memudahkan situasi yang sedang mereka hadapi. Berita akhir-akhir ini mengenai pemberian bonus besar-besaran oleh bank-bank besar dunia kepada pihak manajemen, menunjukkan kepada kita kemana saja sesungguhnya paket bail-out (dana talangan) tersebut disalurkan. Fakta di atas juga menegaskan bahwa sesungguhnya perjanjian yang dibuat di KTT G20 yang lalu hanyalah untuk konsumsi publik (katanya, demi mengembalikan kepercayaan ‘pasar’ terhadap kondisi masa depan). Kenyataannya, hingga saat ini pemerintah negara-negara Barat tidak ada yang membuat aturan /keputusan hukum tentang penghentian pemberian bonus.

Memang kondisi ekonomi dunia tidak menjadi semakin buruk, namun pengangguran tetap tinggi, dan tingkat konsumsi masih rendah dalam kaitannya untuk mempertahankan pemulihan ekonomi. Prediksi terbaik atas beberapa ekonomi besar dunia, dalam hal pertumbuhan kuartal akhir ini, adalah pertumbuhan yang prematur. Sementara fundamental ekonomi yang sangat mendasar masih tenggelam dan belum pula muncul ke permukaan. Oleh karenanya, bolehlah kita katakan bahwa pulihnya ekonomi saat ini hanyalah fatamorgana.

[disadur oleh Rizki S. Saputro dari tulisan Adnan Khan di www.khilafah.com]

Kepada YTH Pemberi Lowongan Kerja

Kamis, 05 November 2009



Kepada Yth

HR. PT. Xxxx Xxxxxxxxxxx 

di Xxxxx 

Dengan hormat,

Melalui surat ini, saya tidak bermaksud melamar pekerjaan seperti yang salah satu staff Bapak kirimkan ke email saya. Sungguh suatu tawaran pekerjaan yang sangat menarik menurut hemat saya. Terlebih dengan penggunaan bahasa Inggris yang baik dan benar. Mengesankan sebuah kebonafidan dalam nilai tertentu. Namun sekali lagi, saya dalam hal ini tidak untuk bermaksud mencoba mengisi kebutuhan yang diperlukan di perusahaan Bapak. Saya hanya ingin mengemukakan perasaan saya saja. Perasaan ahru yang tiba-tiba muncul setelah membaca email dari salah seorang staff Bapak. Email yang disebar ke banyak orang.

Terus terang, Bapak, buat saya apa yang Bapak lakukan ini adalah sesuatu yang indah. Pada saat kenyataan di negeri ini jumlah pengangurang begitu meningkat, Bapak justru muncul bak dewa penyelamat menawarkan pekerjaan pada mereka (ket: pencari kerja).  Momen seperti inilah yang sangat ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Terlebih bagi mereka yang gagal dalam tes-tes CPNS yang sedang bergulir saat ini. Bahkan begitu juga bagi mereka yang ingin memiliki rumah dan tanah di sekitar Bogor. Sebab tanpa pekerjaan, tentunya mereka tidak akan dapat merealisasikan mimpinya itu.

Bapak yang terhormat, saya tidak mau tahu, apakah Bapak bermaksud riya atau tidak. Terserahlah. Karena masalah itu ada di dalam hati. Yang tahu hanya Bapak dan Tuhan yang Bapak sembah. Akan tetapi terlepas dari itu tadi, bagi saya apa yang Bapak lakukan adalah sesuatu yang sangat terpuji. Telah dengan jelas sudah bisa membantu orang lain sekaligus membantu program pemerintah khususnya Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II untuk mengurangi jumlah pengangguran. Dan jangan lupa, dengan jalan ini, akan banyak lagi anak yatim dan janda-janda miskin yang terbantu. Sebab mereka yang (insyallah) diterima kerja di tempat Bapak sejatinya akan memberikan shadaqah atau infak kepada mereka tadi.

Sungguh, hati saya ini tidaklah terbuat dari cadas. Sekiranya Bapak tidaklah usah menilai apa yang saya tulisankan ini terlalu mendramatisir apa yang telah staff Bapak kirimkan ke email saya. Inilah sejujur-jujurnya apa yang ada di dalam hati saya. Keinginan dan keikhlasan Bapak untuk membuka rezeki kepada sesamanya membuat saya terenyuh dan tentunya sekaligus bangga yang tiada tara. Saya nyaris tidak percaya bahwa masih ada di dunia ini orang yang begitu mulia dan peduli terhadap sesama seperti Bapak.

Bapak jangan menolak apabila saya puji meskipun saya sadar sesadar-sadarnya bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Terpuji. Bapak pun jangan melempari mata saya dengan pasir karena ingin mengikuti sunnah Rasul yang mengatakan apabila kamu dipuji maka lempari yang memuji dengan pasir. Sekali-kali janganlah seperti itu. Sebab pujian saya semata-mata karena apa yang telah Bapak lakukan selama ini. Saya dapat membayangkan bagaimana Bapak berusaha menyisihkan waktu di sela-sela kesibukan Bapak, untuk menyusun kalimat-kalimat iklan berbahasa Inggris, membuat kata-katanya menjadi singkat namun padat, dan merelakan sejumlah uang tertentu untuk biaya publikasi. Juga, mungkin member upah pada staff Bapak untuk menyampaikannya kepada email saya.

Adakah di dunia ini yang begitu indah selain mengetahui ada orang seperti Bapak yang begitu mulia hatinya ini?  Saya yakin ada. Banyak. Namun tidak jelas dimana. Tetapi paling tidak Bapak sudah menempatkan diri Bapak sendiri sebagai salah satu orang yang termasuk ke dalam orang-orang mulia di dunia. Dan jikalau Bapak ini dinobatkan menjadi pahlawan, saya doakan Bapak tidak ditunjuk sebagai orang yang mendapatkan penghargaan, disemati bintang jasa atau dikalungi untaian bunga nan indah. Sehingga dengan begitu Bapak akan tetap dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Selevel dengan guru-guru kita tercinta.

Semoga Tuhan senantiasa memantau Bapak untuk membimbing dan meluruskan serta semakin memperbaiki hari ke hari Bapak.

Saya sudahi surat ini dengan ucapan terima kasih, doa akhir majlis serta syukur kepada Allah SWT. Salam Kenal.

Jakarta, 22 Oktober 2009

Benny Gunawan Dalmatin, S.E., S.H.

(S)arjana (E)dan & (S)arjana (H)ipernyengled

 

Sejenak Bersama Calon Menteri #2

Sabtu, 31 Oktober 2009




“Pak, Bapak suka masakan Sunda tidak?” tanya saya ditengah keheningan.

“Suka-suka saja, Mas” timpal si Bapak, “Emang kenapa?”

“Syukurlah. Soalnya tadi saya pesan masakan Sunda”

“Iya ya? Tapi bukannya tadi pesan makanan Londo (baca: bule)?”

“Bukan Pak! Yang tadi saya pesan itu masakan asli Sunda”

“Gitu ya?”

“Iya. Tadi kan saya bilang Banana Split and Raisin Sundae. Nah itu lihat Sunda kan?”

“Oh iya ya”

“Ya iyalah. Masa ya iya dong. Mulan aja Jamilah bukan Jamidong”

“Gimana Mas?”

“Sudah. Lupakan saja, Pak. Itu sudah datang pesanannya!”

Pelayan datang membawa 2 cangkir sundae dan 2 steak dalam hotplate yang masih bergemericik. Tanda masih panas.

“Ayo Pak dimakan! Mumpung masih hangat”

“Saya makan diluar saja, Mas”

“Si Bapak mah bagaimana sih. Kalau makan diluar mah buat apa saya ajak Bapak ke dalam” kata saya, “Sudah makan saja!”

“Malu Mas. Masa kayak gini?” sambil malu-malu si Bapak memperlihatkan baju usang dan celana kotornya.

“Sudah santai saja. Rasululah juga bajunya lebih parah dari Bapak tapi dia tidak malu. Yang penting itu hati dan imannya. Baju mah tidak jadi ukuran seseorang itu masuk surga atau tidak. Kecuali kalau Bapak tidak menutup aurat” jelas saya, “Bapak auratnya nongol tidak?”

"Ndak, Mas. Resletingnya nutup kok” jawab si Bapak dengan tersenyum.

Akhirnya kami pun makan dengan mahsyuknya. Seperti apa makannya, tidaklah perlu saya bahas. Yang jelas si bapak nampaknya kesulitan ketika makan dengan menggunakan garpu dan pisau. Tanpa sendok pastinya. Mungkin dia saat ini sedang berpikir, di tangan sebelah mana saya harus letakan kedua benda ini.

“Nah begitu, Pak. Dimakan. Kalau kurang bilang saja”

“Kalau mau sama pelayannya sekalian juga boleh” kata saya membukan pembicaraan lagi. Tanpa begini saya yakin si Bapak merasa bahwa ini neraka baginya.

“Mau Pak sama si Mbak tadi?” itu senyum saya menjadi nakal.

“Mas, ini tau aja. Saya ini sering nikah loh, Mas”

“Hah??? Serius Pak?” tanya saya terkaget-kaget, “Poligami dong?!”

Ndak poligami. Saya nikah 7 kali. Tapi setiap nikah dengan yang baru saya ceraikan dulu. Cerainya juga baik-baik”

Subhanallah. Hebat banget sampai 7 kali. Enak dong. Hehehe…” canda saya, “Kalau di Wiro Sableng sudah punya ilmu kedigjayaan tingkat tinggi tuh”

“Namanya juga cerai, Mas. Ndak enak. Apalagi ini cerai karena ndak punya keturunan”

“Kok bisa Pak?”

“Saya ini dibilang laki-laki mandul oleh dokter”

Glek. Saya menelan ludah. Mau berkomentar tapi khawatir salah. “Tapi bukannya Bapak punya anak yang menjadi guru SD?”

“Iya itu setelah saya berobat ke Sensei. Orang Cina sini”

Tokcer?”

“Iya tokcer” jawab si Bapak, “Pakai ramuan Cina”

“Hebat euy” kata saya, “Kalau obat biar bisa menambah istri ada tidak, Pak di Sensei itu? Saya mau lah. Mau poligami. Hehehe…”

“Argh… si Mas ini” Si Bapak terlihat manis-manis manja. Kulitnya yang tadinya coklat legam sedikit merona. Tapi tidak mengkilat seperti ketika baru datang tadi. Mungkin ini efek sundae yang sedang dia makan sekarang.

Sambil memotong daging steak yang tinggal setengah lagi, saya lantas bertanya lagi pada si Bapak perihal jumlah anaknya. Dia jawab tiga orang. Bukan dua seperti yang dia katakan sewaktu masih di Lawang Sewu.

“Satu lagi itu anak angkat, Mas” jelas si Bapak, ”Saya ambil dari Stasiun Tawang. Kasihan soalnya terlantar begitu”

“Orang tuanya kemana? Kok bisa anak 7 tahun keliaran di stasiun?”

“Ini anak tersesat. Sudah begitu tidak bisa menyebutkan alamat rumahnya. Tadinya dia ikut orang tuanya tapi ketika di stasiun Surabaya salah naik kereta. Orang tuanya naik yang satu, dia naik yang lain”

“Kayak Home Alone saja, Pak”

“Apa itu , Mas?”

“Lanjut terus, Pak! Tadi mah bukan apa-apa”

Akibat perintah saya itu menyebabkan si Bapak menceritakan tentang anak angkatnya itu lagi, yang katanya cuma bermodal celana dekil, yang katanya sudah seminggu tiduran di emperan stasiun, yang katanya kalau celananya basah itu biasa dijemur di lokomotif lalu dia duduk rapat menutupi kemaluannya, yang katanya korban keluarga brokenhome, yang katanya punya codet
di mukanya karena dituduh maling jemuran, yang katanya baru bisa bertemu orang tua aslinya setelah ia menikah, yang akhirnya si Bapak bawa ke rumahnya lalu syukuran sederhana mengundang pihak PT KA, warga, dan keluarga untuk mengenalkan anak itu.

“Kasihan, Mas. Masa sih kita tega melihat anak kecil begitu!” jawab si Bapak ketika saya tanya alasan mau menolong anak itu. Si Bapak lalu melanjutkan perbincangan lagi. Menurut si Bapak, hanya orang jahatlah yang tega melihat si anak terlantar di pelataran stasiun yang kotor. Bagi dia, kaya atau miskin keadaan seseorang bukan alas an untuk tidak menolong bocah tadi.

“Rizki itu sudah ada yang mengatur, Mas!” tegasnya, “Biar saya narik becak begini, saya yakin ini anak punya rizkinya sendiri”

“Tuh lihat sekarang dia sudah jadi sopir bus AC eksekutif jurusan Semarang-Surabaya” kata si Bapak lagi, “Dulu mikir sekolahin dia sampai SMA saja kayaknya tidak mungkin. Tapi nyatanya? Dia tamat SMA. Dia sudah nikah sekarang. Punya rumah dan tanah. Itulah rizki”

Subhanallah si Bapak ini luar biasa. Salut saya”

Si Bapak mesem-mesem saja.

“Bapak ini cocoknya jadi Menteri, Pak” kata saya, “Kalau calon Menteri-menteri yang sekarang sedang ramai di TV mah tidak ada yang pantas. Termasuk Presidennya. Masih lebih pantas Bapak”

Ndak segitunya lah, Mas”

“Eh benar ini, Pak” kata saya, “Coba saja Bapak lihat. Mana ada pemimpin negeri ini yang seperti Bapak? Ada pengungsi Afghanistan yang butuh tinggal malah diusir, digebukin. Padahal mereka sama-sama muslim. Sama-sama manusia pula”

“Saya yakin, tidak ada satu pun pemimpin negeri ini yang mau mengadopsi anak anak terlantar yang ada di Stasiun Gambir sana. Padahal mereka itu kerjanya bolak-balik di sekitar situ’ ujar saya lagi.

“Mereka kan sibuk mengurusi Negara, Mas”

Lha, anak terlantar juga kan urusan mereka. Mengurus mereka sama dengan mengurus Negara juga. Bukannya ada di Undang-Undang?” timpal saya, “Kalau yang Bapak maksud mengurusi Negara itu adalah membuat “kurus” negara, nah itu baru saya setuju”

“Hehehe…” si Bapak tertawa.

“Tapi benar loh, Pak. Kalau Bapak itu lebih cocok jadi Menteri ketimbang penarik becak. Saya usulkan Bapak menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan saja. Dan saya Menteri Pariwisatanya.”

“Kok Menteri Menteri Pertahanan dan Keamanan, Mas?”

“Soalnya Bapak mampu bertahan hidup membiayai keluarga meskipun hanya sekedar menjadi penarik becak. Sudah begitu malah angkat anak pula dan semuanya berhasil menjadi orang. Padahal logikanya kan mana mungkin Bapak dengan keadaan seperti itu dapat membuat anak-anak Bapak berhasil seperti sekarang ini”

“Hehehe…” si Bapak tertawa lagi, “Lha Mas sendiri kok kenapa pilih jadi Menteri Pariwisata?”

“Kan saya hobinya keliling-keliling. Berkelana kalau Rhoma Irama bilang. Ya kayak sekerang ini” itu saya buat bibir saya menjadi tersenyum.

“Hehehe…” lagi-lagi si Bapak tertawa tanpa logat Jawa tentunya. Soalnya tertawa tidak bisa pakai logat.

“Tapi, Pak! Kita jangan mau kalau ditawarin menjadi Menteri di Negara Indonesia!”

“Kenapa Mas?”

“Indonesia mah sebentar lagi juga hancur. Sudah tidak benar. Lagian sistemnya juga amburadul” jawab saya, “Mending nanti kita menjadi menteri di Negara Khilafah Islamiyah saja”

“Khilafah itu apa?”

Kebetulan sekali pikir saya. Ini pertanyaan yang menjadi sasaran empuk buat saya. Dan mungkin sangat diharap-harapkan oleh banyak orang yang juga punya pemikiran sama seperti saya. “Khilafah itu Negara untuk seluruh ummat Islam di dunia. Ia…”

Belum sempat saya meneruskan definisi Khilafah, sekonyong-konyong muncullah itu pelayan yang tadi menghilang memotong pembicaraan tanpa alat-alat seperti gunting atau pisau.

“Maaf Mas, pesanannya sudah siap”

“Oh ya. Terima kasih” kata saya, “Ayo ah Pak kita pulang”

Kami pun lekas pergi dari meja café. Si Bapak keluar, saya ke kasir. Saya bayar lalu angkat satu kardus pesanan yang sudah ditunggu-tunggu dari tadi. Setelah saling mengucapkan selamat jalan antara saya dan kasir, saya langsung keluar menuju si Bapak pengemudi becak.

“Ini Pak, ongkos naik becaknya” kata saya sambil menyerahkan uang sebesar perjalanan dari Lawang Sewu ke Hotel tempat saya menginap, “Sudah sampai sini saja”

Lha kan ke hotelnya belum, Mas?”

“Sudah tidak apa-apa. Saya mau jalan kaki saja”

“Jauh loh, Mas”

“Namanya juga calon Menteri Pariwisata. Harus rajin jalan-jalan dong. Kan wisata!”

“Duh gimana nih…”

“Santai saja” kata saya, “ Sebagai tanda perpisahan saya tanda tangan becak Bapak saja ya?” Saya keluarkan spidol dari tas kecil. Saya bubuhkan tanda tangan saya di bagian samping kanan becak si Bapak dengan ditambabi tulisan: CALON MENTERI PARIWISATA NEGARA KHILAFAH ISLAM WAS HERE.

“Susah ya, Pak” ujar saya.

“Iya, Mas. Makasi”

“Bapak hapal kan pulangnya?”

“Yang harusnya nanya gitu itu saya, Mas!”

“Oh iya ya” kata saya, “Tapi sebagai calon Menteri Pariwisata saya harus hapal dong. Kalau tidak hapal, ya inilah saat yang tepat untuk menghapal”

“Hehehe…”

Saya ajak salaman itu si Bapak. Lalu saya pergi berjalan kaki lagi. Meninggalkannya di parkiran Toko Bandeng Juwana.

Pak, mudah-mudahan obrolan dan khayalan kita tadi menjadi doa dan kenyataan. Itu tanda tangan saya tolong jangan dihapus. Biarkanlah itu menjadi prasasti yang akan bercerita bahwa dalam kehidupan ini kita pernah bertemu sebelumnya. Apabila suatu saat nanti kita berdua menjadi menteri di Negara Khilafah Islam, tentunya kita bisa berkata pada dunia bahwa doa kita beberapa tahun lalu ternyata terkabul. Pun kalau misalnya hanya salah satu dari kita yang menjadi Menteri, anggap saja saya, bukti tanda tangan itu tadi bisa menjadi suatu kebanggaan bagi Bapak, keluarga Bapak, dan anak angkat Bapak, sebab Ayahanda mereka, yaitu Bapak, pernah menarik becak orang yang kemudian menjadi Menteri Pariwisata Negara Khilafah Islam dan makan masakan “Sunda” bersamanya di sebuah café di Semarang.

Sejenak Bersama Calon Menteri #1

Jumat, 30 Oktober 2009




Andai saja pagi itu saya ada di Afghanistan ikut berjuang dengan Syekh Osama bin Laden, mungkin saya tidak akan termenung di pos jaga Lawang Sewu ini. Sialnya tidak, sehingga itu saya hanya bisa duduk di sebuah kursi rotan di bawah pohon mangga yang sedang berbuah ranum dengan membolak-balik foto hasil jepretan saya tadi.

Sehingga pagi itu saya bisa mendapati seorang pengemudi becak sedang indehoy di becaknya. Duduk atau tiduran di kendaraan penghasil emas baginya, di depan gerbang Gedung Lawang Sewu. Sehingga hari itu, saya bisa mendekati seorang pengemudi becak itu dan berbicara dengannya, dan menawarkannya agar mau bercapek ria mengayuh becaknya dengan saya diatasnya. Dan terbersit saya punya pikiran, jangan-jangan orang ini adalah intel yang sedang menyamar untuk memata-matai mahasiswa-mahasiswa KAMMI yang sedang demo. Sehingga kalau justru saya malah menghardiknya karena menghalangi jalan masuk dan mengganggu saya sedang lihat akhwat-akhwat KAMMI, maka besok-besok hari ketika saya ditangkap intel dia tidak akan membantu melepaskan saya. Justru malah yang paling sadis menyiksa saya.

Tapi, bukan karena itu yang membuat saya menawarinya uang atas keikhlasannya membiarkan saya yang duduk disitu dan dia mengayuh di belakang. Karena saya tidak peduli saya akan ditangkap intel atau tidak. Seingat saya, saya ini adalah orang baik-baik. Manis, ramah, bersosialisasi dengan tetangga dan begitu hangat menyenangkan terhadap sesama. Lain halnya dengan kawan-kawan saya seperti Tupai, Bahcuy, Pepi, Japra, Mang Umen, Chireng, Dudung, Dimas, Tio Asoy, dll. Mereka pemuda-pemuda yang nakal. Yang kemungkinan esok atau lusa bakal segera dirumahprodeokan. Hahaha…

Saya ajak bicara Bapak yang entah siapa namanya itu, yang katanya kelahiran tahun 40-an, yang katanya asli dari Kudus, yang katanya pernah merantau ke Jakarta pada saat Ibu Tien membangun TMII, yang katanya dulu kerja di gudang-gudang tentara dan berlimpah uang karenanya, yang katanya punya anak perempuan ayng menjadi guru SD, yang katanya dilarang anaknya pakai baju Korpri pas sedang menarik becak, yang katanya tahu makanan yang hala dan haram di seantero Semarang, yang katanya bisa mengantar saya ke tempat esek-esek kalau saya mau, yang kegirangan setelah saya minta dia mengantar saya pulang ke hotel tapi sebelumnya mampir ke Toko Bandeng Juwana utnuk mengambil pesanan. Serta merta Bapak pengemudi becak pun mempersilahkan saya menikmati ranjangnya di malam hari itu.

“Pak, kalau ada PM Tanya, tolong bilang saya sudah tidak ada di Semarang, ya!” kata saya pada penjaga Gedung Lawang Sewu yang kebetulan sedang berjalan ke arah pintu gerbang.

“Polisi Militer? Lha, Mas ini tentara juga ya?” tanya Bapak penjaga yang memang pensiunan Korps Kavaleri. Itu saya lihat dari tato Yon Kav di lengan kanannya.

“Pokoknya bilang begitu saja, pak!”

“Mang kenapa, Mas? Ada masalah apa?”

“Dulu saya sempat menginap lama di sel kantor PM tapi lupa belum bayar billing kamarnya”

“Maksudnya?”

“Saya lagi tidak punya uang Pak. Jadi saya dulu izin menumpang hidup di sel PM. Tapi setelah puas, saya lupa bayar ke PM”

“Kenapa tidak bilang dari tadi kalau tidak punya uang. Ini Mas, pakai saja lagi uang yang tadi Mas kasih ke saya” Bapak penjaga mengembalikan uang yang saya berikan padanya atas jasa memperbolehkan dan menemani saya keliling Lawang Sewu.

“Ambil saja, Pak! Itu rezeki Bapak” kata saya, “Saya tidak punya uang itu dulu bukan sekarang. Sekarang sih saya sudah menjadi milyuner. Lihat nih buktinya saya naik becak”

“Yuk, Pak!” saya pinta Bapak pengemudi becak untuk segera menunaikan tugas mulianya. Dia pun naik, saya juga ikut naik, menyebabkan becak segera melaju.

“Eh, Mas gimana nih?” teriak Bapak penjaga gerbang.

“Sudah bilang saja begitu kalau PM datang. Uang dari saya mah pakai saja buat sunatan Bapak” jawab saya sambil berteriak.

Si Bapak penjaga gerbang melongo. Entah paham atau tidak dengan perkataan saya. Yang jelas saya dan Bapak pengemudi becak tertawa cengengesan.

Becak melaju. Belok kiri ke jalan Pandanaran. Melewati Toko Bandeng Juwana yang kata si Bapak pengemudi becak adalah toko yang asli, sedangkan yang saya akan tuju adalah yang palsu. Saya tidak mengerti kenapa dia bilang begitu. Padahal setahu saya Toko Bandeng Juwana yang saya tuju adalah cabang resmi dari Toko Bandeng Juwana yang tadi si Bapak tunjuk. Saya lihat itu di brosur. Dan kebetulan brosurnya sedang saya pegang erat-erat. Takut meletus lagi sebab tinggal empat.

Meskipun si Bapak begitu, tidak membuat saya membencinya. Justru semakin saya ajak mengobrol. Mengobrol apa saja. Seperti apakah Bapak masih punya ibu. “Sudah tidak punya, Mas” katanya.

“Pernah tidak suatu saat Bapak rindu?”

“Rindu apa?”

“Rindu ingin berkata-kata kasar kepada ibunya Bapak”

Ditanya begitu si Bapak malah tertawa. Aneh kata saya. Harusnya ia bersyukur sudah tidak mungkin berbuat durhaka. Sudah tidak mungkin menjadi batu seperti Malin Kundang.

Tak terasa, perjalanan kami berdua hinggap pada tujuan. Lihatlah, disana sepi. Tidak seperti di Toko Bandeng Juwana yang asli menurut si Bapak. Sambil turun dari becak saya meminta si Bapak menunggu sebentar. Karenanya saya akan mengambil pesanan terlebih dahulu.

Tapi tidak lama itu saya kembali lagi ke luar. Karena pesanan saya belum siap seperti yang si Mbak yang ada di balik pintu kaca itu.

“Pak, sudah sarapan belum?” itu saya sengaja mengagetkan si Bapak dari belakang. Membuat dirinya terkejut.

Belum katanya. Lantas saya ajak saja dia makan ke dalam. Kebetulan ada café di toko itu.

“Ayo Pak pilih mau makan apa!”

“Ah gimana Mas aja” kata si Bapak setengah berbisik. Duduknya mirip tentara ketika diberi aba-aba “Duduk Siap Grak”. Matanya lirik kanan kiri. Mencermati beberapa pasang mata pegawai toko yang dari tadi melihat kegiatan romantis kami berdua

“Ya susah kalau begitu” kata saya, “Samakan saja dengan saya ya?!”

“Iya Mas”

Saya panggil pelayan untuk segera mendekat. Saya pesan Tenderloin Double Steak Combo with Black Peppers Sausage dan Banana and Raisin Sundae. Dengan sedikit dikeraskan, saya ulangi pesanan saya itu agar terdengat oleh si Bapak.

“Sama kan Pak dengan saya?” tanya saya.

“Eughhh…. Iya” jawab dia ragu-ragu tapi mau.

“Mau ditambah pakai Beer atau Intisari tidak?” tanya saya lagi.

“Ih… gak ah Mas!”

“Mbak, Memangnya ada oseng-oseng Kuskus Australia disini” tanya saya pada pelayan.

“Hehehe…. Ndak ada, Mas”

“Tuh Pak, tidak ada menu begitu disini. Adanya di Australia tempat dulu Bapak tinggal” kata saya membuat bingung, “Sama saja seperti saya?”. Si Bapak mengangguk.

“Ada lagi?” tanya pelayan.

“Pak, mau Sate Jamu tidak?”

“Sate Jamu?”

“Iya itu loh…. RW… RW…!!!” saya mengingatkan si Bapak.

“Oh itu. Nggak, Mas!”

“Sudah itu saja Mbak pesanannya” saya bilang pada pelayan.

“Saya baca lagi pesanannya” kata pelayan.

“Tidak usah, Mbak. Sudah tahu kok” tolak saya, “Pak, baca ulang lagi jangan?”

Bapak penarik becak menggeleng-gelengkan kepalanya. Tanda penolakan yang halus tapi kentara.

“Hehehe… takut saya salah pesanan” kata pelayan.

“Lha kok takut sama pesanan?” kata saya, “Takut itu hanya kepada Allah. Kalau pun mau takut selain ke Allah, takutlah berbuat dosa. Sebab itu juga sebenarnya wujud dari takut kepada Allah”

Pelayan terdiam. Lantas tersenyum. Lantas meminta izin membaca ulang. Lantas saya mengangguk menginyakan. Lantas selesai membaca, dia yang balik mengangguk pada saya. Lantas dia pergi meninggalkan kami berdua. Lantas dia tidak terlihat. Menyebabkan dirinya seperti Suzzana dalam film Sundel Bolong. Menghilang.

[bersambung]

Little Journey In Semarang

Kamis, 29 Oktober 2009


Akhirnya kesampaian juga saya benar-benar menginjakkan kaki di Semarang. Biasanya saya ke sini hanya sekedar lewat saja. Tidak pernah sampai si kaki ini menginjak tanahnya. Maklumlah namanya juga di dalam kendaraan. Kalau saya berani menginjakan kaki, alamat masuk rumah sakit nantinya.

Berbekal data-data serta peta yang sudah saya siapkan sebelumnya dari Jakarta, usai turun dari Stasion Tawangmangu, saya meluncur ke daerah Gajahmada. Perjalanan Jakarta – Semarang selama 12 jam membuat perut saya asli keroncongan. Padahal biasanya perjalanan normal hanya membutuhkan waktu 6 jam saja. Katanya sih ada kereta anjlok.

Sampai daerah Gajahmada memang sudah cukup larut. Sekitar jam 10 malam. Beberapa spot kuliner sudah menggulung tikarnya. Namun beruntungnya saya, ada sebuah tempat yang ramai yang masih menyala-nyala petromaknya. Segera saya dekati. Dan oh yah, ini salah satu targetan saya, Nasi Pecel Mbok Sador. Tanpa ba bi bu segera saya membuat diri saya terduduk di atas kursi yang disediakan.

Penjaja pecel duduk di tengah tenda dihadapan pecel dan berbagai menu sampingan. Jelas membuat air liur saya mengalir dengan derasnya. Saya pesan 1 porsi dengan toping usus, peyek, martabak. Tak lama saya disodori nasi pecel yang sudah dibungkus daun pisang. Meski kesannya ndeso tapi saya yakin rasanya ngota. Benar dugaan saya. Baru kedua kali ini saya makan nasi pecel yang rasanya enak. Sebelumnya saya pernah makan nasi pecel di Yogya. Itu enak. Tapi yang di Bandung & Jakarta rasanya jauh dari harapan saya. Hanya saja perbedaan pecel Semarang (Mbok Sador) dengan pecel Yogya (lupa namanya), bumbu pecel Mbok Sador sedikit lebih pedas dan berasa.

Kenyang makan nasi pecel yang harganya murah tapi nendang itu, saya segera merapat ke hotel yang tidak jauh ternyata dari Gajahmada. Cukup berjalan kaki sembari menurunkan makanan yang tadi. Biar tidak menjadi lemak jenuh.

***

Esoknya, pagi-pagi sekali, saya loncat dari hotel lalu berjalan menuju Kota Lama. Kebetulan hotel yang saya inapi berada di seputar Kota Lama. So, sudah tidak usah disangsikan lagi kalau banyak bangunan-bangunan oldschool disana. Bangunan era VOC yang masih tetap kokoh di tengah modernitas. Sayang penataan lingkungan di Kota Lama kurang diperhatikan oleh penguasa setempat. Pentaan ruang, drainase, jalan terkesan sembrawut dan kotor. Atau itu memang disengaja agar tanpa tua dan dekil? Mhmmm…

Sekitar 500 m pertama saya berjalan dari hotel, saya menemukan toko legendaris penjual Wingko Babad; Cap Kereta Api. Ini Wingko Babad cap Kereta Api yang asli. Sebab (katanya) banyak tiruannya dan susah dibedakan. Cap Kereta Api yang asli gambar keretanya bergerak dari kiri ke kanan dengan garis warna hijau. Tidak ada embel-embel lain.

Tak jauh dari sana, sekitar 200 m, ada sebuah gereja berarsitektur terracotta. Saya lupa namanya. Namun kalau saya lihat, gaya bangunannya seperti gaya bangunan gereja di film-film cowboy. Darisana saya belok ke kanan. Menyusuri kembali jalanan paving blok dan bangunan-bangunan usang berdebu. Tepat diseberang kiri Gereja Bleduk yang terkenal di Semarang. Warnanya putih kokoh dengan kubah berwarna merah mencolok. Yang menarik adalah ada dua buah tower yang di masing-masing tower-nya ada sebuah jam yang menunjukan jam 9. Sayang jamnya mati. Dari gaya bangunan, gereja ini mengingatkan saya pada Gereja Immanuel yang ada di depan Stasiun Gambir. Dan ternyata nama Gereja Bleduk itu sendiri pun adalah Gereja Immanuel.

Tak kurang 500 m dari Gereja Bleduk, ada sebuah tempat yang dinamakan Marabunta. Awalnya saya bertanya-tanya apa Marabunta itu. Ternyata ia adalah sebuah bangunan sejenis aula yang diatas atapnya bertengger 2 buah patung semut raksasa. Entah apa yang ada dipikiran arsitekturnya sampai menyematkan semut disana. Kenapa tidak bandeng saja yang sudah menjadi ciri khas Semarang.

Bosan melihat semut raksasa yang tidak bergerak-gerak, saya langkahkan kaki ke arah utara. Tepat 500 m terbukalah horizon di depan mata saya. Nampak Polder Tawang berikut Stasiun Tawang diseberangnya. Di sisi sebelah ujung kiri saya nampak juga Pabrik rokok tua merek Paroe Lajar.

Lama saya duduk-duduk di Polder Tawang. Menikmati pagi. Sambil melihat sunrise yang menguning di riak air danau buatan kolonial itu. Namun ketika matahari mulai merekah, saya putuskan untuk kembali ke hotel. Khawatir sudah banyak orang di jalanan. Sebab kalau demikian, saya susah untuk mengambil gambar bangunan yang suasananya mirip Sungai Thames di UK sana. Belum lagi saya harus ke Masjid Agung Semarang yang letaknya berada di sekitaran Pasar Johar, sebelah tenggara dari hotel tempat saya menginap.

Walhasil, saya tutup perjalanan pagi itu dengan sholat tahiyatul masjid di Masjid Agung Semarang yang memiliki 4 buah prasasti dalam bahasa yang berbeda-beda; Arab, Indonesia, Inggris, dan Belanda.

Malam pada hari itu juga, usai beres perkejaan, saya kembali “melangkahkan kaki” ke luar. Saya hentikan langkah di depan Hotel Dibyo Puri yang tepat di seberang hotel tempat saya menginap. Sebuah hotel tua yang nampaknya sudah tidak menerima tamu lagi. Dari sana kemudian saya langkahkan kaki langsung ke arah Selatan menuju Istana Wedang. Jaraknya lumayan. Entah berapa kilo meter. Yang jelas setengah jam saya berjalan kesana. Mungkin 4-5 km. Sampai sana sudah pasti langsung memesan minuman agar dahaga akibat berjalan tadi sirna. Saya pilih Wedang Klengkeng (saya lupa namanya. Seingat saya isinya rumput laut, lengkeng, es baut, cengkeh, gula merah, dan tentunya air). Rasanya seperti es lengkeng tapi gula yang dipakai adalah gula merah. Banyak sebenarnya berbagai minuman disana tapi saya tetap memilih wedang klengkeng tadi. Soalnya dulu penasaran mau beli tapi tidak sempat terealisasikan.

***

Dua hari kemudian, pagi-pagi saya sudah “keluar” dari hotel. Tapi sebelumnya, perut sudah saya isi terlebih dahulu dengan sarapan yang disediakan hotel. Sengaja saya pilih makan dulu. Sebab perjalanan hari ini pasti akan sangat melelahkan pikir saya. Saya akan berjalan kaki dari hotel menuju Simpang Lima lalu ke Tugu Muda dan kembali lagi ke hotel. Kalau dilihat dari peta bentuknya melingkar. Tak tahu berapa kilo per kilonya. Yang pasti jauh.

Keluar dari pintu hotel, saya ambil jalan menuju Pasar Johar. Terus menyusuri pasar dan jalanan yang tergenang banjir rob. Lantas belok kanan ke arah Pecinan. Kebetulan toko-toko masih tutup saat itu. Jadi Susana tidak terlalu padat. Aslinya, saya yakin, disana adalah tempat perdagangan yang sangat padat dan sibuk. Sayangnya, ini pun terjadi pada tempat tujuan saya berikutnya yang ada di daerah Pecinan situ; Lumpia Gang Lombok. Namun saya sedikit terobati sebab persis disamping toko tersebut, tampak megah sebuah miniatur kapal perahu Cina kuno di pinggir sungai dan sebuah Klenteng kuno; Kay Kak Sie. Yang paling menarik dari klenteng ini menurut saya adalah dua buah lilin besar di depan patung Budha yang sedang tidur & keranda-keranda peti mayat khas Cina. Ada vampire kah didalamnya? Hahaha…

Berbekal peta di tangan, saya susuri kembali jalanan kota Semarang. Terus menuju selatan. Terkadang ketika menemukan barang baru, saya hentikan sejenak langkah saya. Seperti ketika menemukan Pisang Plenet dan Tahu Pong di pinggiran jalan. Setelah itu saya ronggoh uang di saku celana. Lalu membelinya 1-5 buah. Pisang planet sendiri berupa pisang yang dibakar diatas tungku. Sebelumnya sudah dipipihkan. Setelah itu ditambahkan gula merah . Sedangkan Tahu Pong kata sih sih mirip dengan Tahu Sumedang. Hanya penamaan saja yang beda.

Tak terasa, sampai juga saya di Simpang Lima. Sebuah lapangan yang luas yang dikitari oleh bangunan-bangunan yang lumayan besar dan sebuah masjid. Masjid Baiturahman namanya. Setelah istirahat sebentar saya teruskan perjalanan kaki saya menuju ke arah Tugu Muda. Menyusuri jalan Pandanaran yang begitu populer bagi pendatang seperti saya. Jalannya sendiri sebenanrya biasa saja seperti halnya jalan protokoler. Kiri kanan banyak bangunan perkantoran. Namun makin mendekati Tugu Muda, makin banyak toko yang menjajakan oleh-oleh khas Semarang. Mulai dari Lumpia, Bandeng, Moaci, Wingko Babad, Enting-Enting Gepuk, Krupuk Tahu, Semprong, Madumongso, Jenang, Kripik paru, Gethuk, Wajik dll ada disana.

Nampaknya tak afdol kalau tidak membeli oleh-oleh setelah menyusuri Pandanaran. Ya akhirnya saya menepi. Masuk ke dalam sebuah toko yang menyediakan banyak pilihan; Toko Bandeng Juwana. Saya beli saja Wingko Dryana, Enting-Enting Gepuk Cap Klenteng, Mouci an Bandeng. Sayang karena masih pagi, banyak pilihan rasa barang yang belum ada. Akhirnya saya pesan dulu yang ada. Sambil menunggu rasa yang lain ada, saya pergi ke Lawang Sewu yang ada di putaran Tugu Muda.

Lawang Sewu sendiri adalah sebuah bangunan tua eks kolonial yang saat ini dibawah kepemilikan Departemen Perhubungan. Rencananya gedung yang katanya berhantu ini akan dihidupkan kembali menjadi tempat reservasi tiket KA bagi daerah Semarang. Makanya, ketika saya kesana, saya tidak diizinkan masuk karena tepat sore hari nanti bakal ada peresmian oleh Menteri Perhubungan. Namun hal tersebut bukan halangan buat saya. Saya diam-diam meloncati pagar dari tempat yang agak tersembunyi. Setelah itu masuk ke dalam sekalian sowan terlebih dahulu pada penjaga yang memang ditugaskan berjaga sehari-hari disana. Itu informasi saya dapatkan dari tukang beca yang ada di depan Lawang Sewu.

Puas melihati bangunan yang tidak jelas. Saya kembali ke Toko Juwana untuk mengambil pesanan. Ternyata masih belum komplit juga. Ya sudah saya putuskan membeli rasa yang ada. Untuk bandeng saya ambil yang Dalam Sangkar, Bandeng Asap, dan Teriyaki (ini yang terenak). Sedangkan Wingko saya ambil yang (Original dan Nangka). Lalu Mouci yang rasa duren dan ketan hitam.

Setelah itu saya segera kembali menuju ke arah hotel. Sebab jam 12 siang harus segera check Out. Namun sebelumnya saya kembali ke Toko Lumpia di Gang Lombok. Dan membeli beberapa buah plus menikmati Es gang Lombok. Dan saya tidak akan rugi setelah mencicipi rasa lumpianya yang memang benar2 maknyosss. Saking senangnya menikmati makanan enak, akhirnya membuat saya mampir ke dalam Toko Oen. Toko tua ternama penjual es krim dari dulu kala. Sialnya, disinilah saya menikmati es krim terenak yang pernah saya rasakan selama ini. Oh tidak…. Kenapa tidak dari kemarin-kemarin saya ke kedua tempat ini. Sedangkan sekarang waktu sudah pukul 11.50. Sepuluh menit lagi saya harus segera keluar dan meninggalkan Semarang. Agrhhhh…...

Angling Dharma

Selasa, 27 Oktober 2009




Kemarin dahulu itu kawan saya meminta saya agar memberi tolong kepadanya. Permintaannya sederhana saja. Tidak mewah-mewah. Tidak pula bergelimang harta. Hanya sekedar meminta saya untuk menghubungi salah seorang yang nun jauh di sebuah kota di jawa Timur sana.

Kecil kata saya padanya. Tentunya dengan senyum jumawa saya yang manis & feminim itu. Maklum saja kalau untuk urusan yang membutuhkan akting per aktingan (insyallah) saya bisa disandingkan dengan Julia Robert. Apalagi kalau harus beradu akting romantis dengannya di Bali sana. Kebetulan memang tugas dari kawan saya ini memerlukan level akting yang tidak mudah. So, dengan rendah hati saya pun coba menawarkan bantuan.

Awalnya saya sempat ragu. Bukan karena tidak mau memberikan tolong pada kawan saya itu namun karena kasus yang dialaminya seperti sebuah sinetron saja. Saya paling ogah kalau disuruh bermain sinetron. Kelas akting saya untuk ukuran film layar lebar. Hahaha...

Ceritanya, syahdan, kawan saya ini terlibat kecelakaan dengan salah satu orang. Tolong digarisbawahi ini bukan kecelakaan dalam arti yang mesum. Sebab tidak mungkinlah kawan saya ini melakukan perbuatan yang seperti itu. Terlebih pihak yang terlibat dengannya itu adalah seorang laki-laki juga. Sama seperti kawan saya.

Angling Dharma. Begitu nama yang ia beri tahukan kepada saya. Mendadak saya teringat kisah kuno Orang Jawa. Itu saya lantas membuat pertanyaan buat kawan saya itu, apakah ia Angling Dharma yang ada di dalam mitos Jawa? Dia jawab tidak tahu. Payah kata saya. Padahal kala saja benar Angling Dharma yang saya maksud, tentunya kawan saya bisa meminta tanda tangan padanya. Kalau tidak, minimal bisa melihat bagaimana Angling Dharma merubah dirinya menjadi binatang dengan Aji Gineng-nya.

Karena kawan saya tidak kenal artis kita yang satu itu, lantas saya tanyakan saja seperti apakah waktu itu kejadian yang terjadi antara dia dan dirinya.

Hanya tabrakan biasa antara motor dengan motor kata kawan saya. Tidak sedahsyat tabrakan motor dalam film robot Zabogar. Tidak pula seedan tabrakan motor dalam acara motorcross ala Amrik sana. Ini hanya terpeleset saja. Itu pun karena kawan saya melamun saat mengendarai jagoannya. Akhirul kalam, meski awalnya sempat mengamuk, Angling Dharma mau diajak damai oleh kawan saya ini. Gilanya dia malah mau pula diajak menjadi saudara oleh kawan saya yang lagi-lagi yang itu.

Entah pelet darimana yang dijuruskan kawan saya itu. Yang jelas, Angling Dharma yang kakinya terkilir dan retak mau begitu saja meninggalkan kawan saya di TKP sambil tak lupa bertukar nomer telepon. Nanti kontak-kontakan saja buat selanjutnya. Begitu kata Angling Dharma pada kawan saya dan kawan saya kepada saya.

Mungkin ini dikarenakan kondisi mereka setelah kecelakaan itu memang tidak terlalu parah. Tapi, entahlah. Hanya mereka berempat yang tahu. Saya sih hanya mendengar apa yang kawan saya ceritakan saja.

Ini yang membuat kawan saya menjadi bertanya-tanya sesudahnya. Terlebih setelah mendengar kabar tidak sedap mengenai Angling Dharma. Demi melacak kabar yang tidak nikmat itu, kawan saya meminta saya untuk mencari tahu keadaan yang sebenarnya. Sekaligus bertanya langsung pada Angling Dharma.

Dua hari kemudian. Dari bandung. Malam-malam. Di tengah kamar yang gelap. Udara dingin yang menusuk tulang.

”Tit..tit...tut...tit...tit...ti..tit...ti..tit...ti...tit...,” sejumlah nomer telpon yang massage diatas hp.

”Malam”kata saya dengan intonasi yang percaya diri.

”Iya, malam” membuat telepon menjawab pertanyaan saya. Suara jawabannya mirip suara laki-laki yang tidak kalah percaya dirinya seperti saya.

”Angling Dharma?!” tanya saya.

”Bukan. Saya Bukan Angling Dharma. Saya kakaknya” jawab suara laki-laki disana.

”Oh... Saya mau bicara dengan Angling Dharma”

”Oh... Angling Dharma tidak ada”

”Sedang kemana ya?”

”Angling Dharma-nya sudah tidak ada”

”Maksudnya? Saya temannya dari Bandung. Tadinya ada janji bisnis dengan Angling Dharma” papar saya.

”Iya, tapi Angling Dharma tidak ada”

”Memangnya pergi kemana? Kemarin waktu Lebaran ada”

”Kalau Lebaran memang ada”

”Kalau sekarang?” tanya saya bertubi-tubi.

Hening. Mencekam. Beberapa detik berlalu tanpa jawaban.

”Angling Dharma sudah meninggal” tegas laki-laki disana tanpa rasa menyesal yang beraroma menerima apa yang terjadi.

Innalilahi wa inna illaihi rajiun,” sontak saya bisa berbahasa Arab saat itu ”Kenapa meninggalnya?”

”Tabrakan” jawab dari sana.

”Tabrakan?” Seketika itu juga saya teringat dengan kawan saya yang memberi saya tugas ini. Yang katanya terlibat tabrakan dengan seorang bernama Angling Dharma.

”Kapan?” tanya saya lagi kepada kakaknya Angling Dharma.

”Sudah sekitar 3 minggu yang lalu. Di kota ini”

”Tabrakan dengan apa?” tanya saya dengan sedikit berharap-harap cemas.

”Dengan motor...”

”MOTOR?!” saya kaget.

”Sebentar dulu.... Awalnya dia memang tabrakan dengan motor. Tapi tidak terlalu parah. Dia sempat pulang dulu ke rumah. Setelah itu pamit mau mengobati kakinya yang luka. Tapi di tengah perjalanan dia tabrakan lagi. Dengan mobil,” jelas kakaknya Angling Dharma ”Nyawanya tidak tertolong”

Innalilahi...... Maap sebelumnya saya tidak tahu semua ini. Saya ikut berbela sungkawa. Semoga beliau diterima disisi-Nya”

”Terima kasih doanya”

”Kalau begitu, mohon maaf saya izin pamit dulu. Saya mau kasih tahu yang lain dulu”

”Iya. Silakan”

Assalamu’alaykum

Wa’alaykumusalam

”Klik.......”

Telepon saya letakan di kursi. Saya lihat sekeliling kamar. Masih tetap gelap. Dingin. Mencekam


”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (Al-'Imran 3: 185)

WAKE UP! (Nu kick ass zine!!)

Senin, 19 Oktober 2009


Yiiipiiii!!!!
Akhirnya blog Wake Up! lahir juga ke permukaan.
Alhamdulillah...
Sebelumnya tidak pernah kepikiran untuk membuat Wake Up! versi blog.
Soalnya, emang nggak paham banget kalo main di blog.
Mendingan bikin zine potokopian aja. Lebih art. Lebih greget!
Hitam-Putih-Grayscale forever deh pokoknya.! Hehehe.
Tapi, yah, nggak ada salahnya juga sih kalo Wake Up! muncul juga versi blognya.
Nggak peduli jelek atau bagus, yang penting content dan aksinya, begitu kata Divan Semesta. Hehehe.


Well, sebenarnya Wake Up! itu apa, sih? Hmm.
Wake Up! adalah zine kontra thagut.
Semacam media tandingan yang menawarkan wacana alternatif di antara wacana dominan yang sedang berkembang di masyarakat.
Mewartakan sebuah fenomena melalui perspektif Islam.
yang semoga saja dapat memberikan manfaat kepada kalian semua! Aamiin...

Jika kalian tertarik dan ingin mengetahui zine Wake Up! itu seperti apa, silakan download sekarang juga! Gratis!
Sebarkan!

Wassalam!
provoke editor Wake Up!

Bendera

Senin, 24 Agustus 2009


Tok…. Tok… Tok…

Itu pintu diketok. Menyebabkan saya teringat lagu Cucu Deui-nya Darso. Seperti begini lagunya; Tok, ketok, ketok sora panto diketok……. Torojol Cucu deui. Dan seterusnya. Tapi kayaknya tidak perlu dibahas. Saya yakin tidak ada yang mengerti lagu ini. Sial! (Padahal ini lagu nge-legend sekali)

Saya buka pintu itu. Berharap-harap cemas. Menduga siapa diluar sana. Densus 88 kah? Atau orang mau kasih uang satu trilyun. Sejenak saya ragu membukanya. Tapi kenapa mesti ragu pikir saya. Saya tidak punya salah. Apa karena saya belum mandi maka saya berdosa kepada orang yang diluar? Saya rasa tidak.

Dibalik pintu tersebutlah seorang laki-laki. Perawakannya sedang. Pakai peci dan baju koko. Tak lupa celana pathalon. Seuprit senyum dan ucap salam. Saya balas saja wasalam.

”Maaf ganggu, Mas. Saya ini RT disini. RT 11. Saya Asmin” laki-laki tadi memperkenalkan dirinya.

”Oh, Pak RT. Wah... silakan masuk Pak,” kata saya, ”Maaf belum beres-beres”

”Makasih”

Seketika itu kami berdua pun akhirnya masuk ke dalam rumah. Duduk di karpet merah yang ada di depan TV. Duduknya lesehan saja. Mirip di Malioboro. Hanya saja tidak ada pengamennya. Tidak juga dengan makanan khas Jawa-nya. Yang ada hanya keripik pisang, kue kering & minuman kemasan gelas beberapa buah. Sengaja saya taruh disana. Jaga-jaga apabila ada tamu datang. Ya seperti sekarang ini.

”Pak RT, maaf saya belum melapor. Kemarin saya sudah coba bertemu Bapak tapi Bapaknya selalu pas tidak ada di tempat” saya awali saja pembicaraan kala itu. Soalnya memang sudah 3 bulan ini saya belum melaporkan diri saya ke RT setempat.

”Oh iya. Panggil Bang aja, Mas,” timpal dia, “Iya memang itu salah satu maksud kedatangan saya kesini”

“Maaf ya Bang. Jadinya Abang yang harus kesini. Bukan saya yang kesana”

“Ga apa-apa,” jawab beliau bijak “Maaf dengan siapa ya?”

“Oh iya, saya Begundal Militia, Bang” saya coba kasih dia tahu nama saya yang menarik itu. Lantas saya jelaskan sekilas riwayat hidup saya pada dia. Tapi tidak seperti yang ada di CV-CV yang dulu sering saya buat. Karena kalau seperti itu, saya khawatir dikira sedang melamar menjadi sekertaris RT untuk mendampingi beliau.

“Kertas yang saya bagikan ke warga sudah sampai, Mas?” tanya Bang Asmin

“Kertas isian biodata anggota keluarga itu?”

“Iya”

“Sudah, Mas”

“Harap maklum ya Mas. Lagi musim teroris begini. Kita jadinya musti lebih hati-hati. Apalagi kan saya ini RT”

”Saya ada tampang teroris tidak, Bang?”

”Eh, saya bukan bermaksud menuduh, Mas”

”Iya saya tahu, Bang. Saya cuma tanya saja. Kira-kira, saya ini ada tampang teroris tidak?” tanya saya menegaskan, ”Soalnya kemarin di kereta ada yang mengira saya Noordin M Top. Ini liat saja. Jenggot saya panjang. Celana kebetulan ngatung. Jidat kebetulan juga sedang hitam”

”Hehehe... Kayaknya sih nggak. Tapi saya jadi sedikit curiga. Hehehe...”

”Wah. Saya mirip Noordin M Top ya?” saya tanya lagi

”Gak, Mas. Beda kok. Mukanya tidak sama”

”Nah Abang sendiri curiga darimananya kalau begitu?”

“Itu, Mas. Pasang benderanya Al Qaida di depan. Kan kami kemaren minta yang dikibarin bendera Merah Putih”

”Hehehe... Sengaja, Bang.” Saya akhirnya teringat kalau kemarin malah mengibarkan Ar Rayah di tiang bendera. Bukan Merah Putih.

”Lho kok sengaja, Mas?”

”Bosan Bang. Habisnya dari dulu benderanya warnanya itu saja. Kenapa sekali-kali tidak diganti. Biar fleksibel. Lagu sama buah-buahan juga selalu ganti-ganti. Tidak melulu itu terus”

”Ya beda dong, Mas. Ini sudah diatur. Lagian ini demi memperingati perjuangan pejuang kita dulu”

”Nah itu dia Bang. Alasan sebenarnya saya pasang berbeda itu juga untuk memperingati perjuangan pejuang kita dulu. Sekaligus mengingatkan kembali rakyat negeri ini pada bendera mereka yang sebenarnya”

”Hah? Sejak kapan Indonesia benderanya jadi item begitu?”

”Abang belum tahu kan?!,” saya merasa diatas angin, ”Dulu, bendera para pejuang kita itu sebenarnya seperti begitu”. Saya tunjukan telunjuk saya keluar. Ke itu tiang bendera.

”Imam Bonjol, Diponegoro, Fatahillah, dll, semua pakai bendera yang hitam itu,” saya teruskan pembicaraan ”Warna bendera Merah Putih itu ada baru-baru sekarang ini saja. Klaim kalau warna Merah Putih sudah ada sejak jaman Majapahit dan kerajaan-kerajaan dulu sebenarnya kontradiktif. Abang tahu kontradiktif?”

”Alat buat KB?”

”Itu mah kontrasepsi, Bang!”

”Hehehe...”

”Begini Bang. Kalau memang itu Merah Putih memang sudah diadopsi oleh banya kerajaan, kenapa Majapahit dan Pajajaran malah berperang di Bubat. Begitu juga dengan Mataram. Kediri juga. Logikanya kan kalau benderanya sama harusnya tidak malah berperang. Benar tidak?”

”Iya”

”Ada tidak ceritanya The Jak perang dengan The Jak? Yang ada kan The Jak perang sama Viking. Bonek perang dengan Ultras. Dan lain-lain”

”Ya beda dong, Mas”

”Betul memang beda Bang. Tapi harusnya kan itu ditelaah lagi. Setidaknya kan warna bendera sama. Minimal ada rasa satu kesatuan begitu,” kata saya ”Lagian Bang, kalau mau bicara teori konspirasi-konspirasian, warna bendera Indonesia itu lebih dekat ke warna bendera Jepang dan pasukan khusus Belanda. Hanya variasi bentuknya saja. Kalau seperti begitu, biasanya menurut teori konspirasi-konspirasian, ada kompromi di belakang antara pihak-pihak yang berhadapan”

”Ah si Mas ada-ada saja” Bang Asmin menimpal.

“Bukan ada-ada, Bang. Memang adanya begini”

”Iya tapi bendera yang Mas Begundal pasang itu kan bendera teroris”

”Memangnya bendera teroris seperti itu ya, Bang? Bukan gambar tengkorak”

”Gambar tengkorak tuh bajak laut kali!”

”Oh iya. Terus darimana terorisnya? Kan itu ada tulisan Arabnya. Kalau mau juga bendera Arab”

”Lihat di TV. Pas pemakaman jenazah pengebom bunuh diri, ada beberapa pelayat yang bawa bendera seperti yang Mas Begundal pasang”

”Kalau begitu Muhammad Toha & Muhammad Ramdhan juga teroris dong” kata saya

”Kok bisa? Mereka kan pahlawan” kata Bang Asmin.

”Lha Muhammad Toha dan Ramdhan kan pelaku aksi bunuh diri juga. Mereka sama-sama ingin mengusir penjajah dari negeri ini. Kalau Toha ingin mengusir Belanda, Nah yang Abang anggap teroris kan ingin mengusir Amerika,” jawab saya ”Kalau lihat efeknya, Bom Marriot itu belum seberapa. Bandingkan dengan akibat dari aksi syahid Toha cs. Satu kota mereka bakar. Bandung akhirnya jadi lautan api”

”Ya kan mereka membela tanah air”

”Apa karena mereka membawa bendera merah putih lantas mereka tidak pantas disebut teroris? Padahal saya yakin kalau mereka dulu disebut teroris oleh Belanda dan Sekutu”

”Dulu belum ada teroris, Mas”

”Ya kan teroris itu mah istilah yang diada-ada Bang. Tergantung siapa yang bilang. Kita tidak bisa melihat dari satu sudut pandang saja. Coba Abang pikirkan. Kalau memang yang membawa bendera seperti yang saya pasang itu teroris, maka Imam Bonjol, Diponegoro, dll semuanya teroris. Soalnya mereka kan bawa bendera itu”

”Mhmm... Memang bener mereka bawa bendera seperti itu?”

”Benar Bang. Karena mereka berjuang meneladani Nabi mereka. Rasulullah itu ketika berjuang pasti membawa bendera seperti yang saya pasang itu. Abang berani tidak bilang Rasulullah itu teroris?”

”Ya tidaklah. Masa Rasulullah teroris”

”Tapi rasul kan benderanya begitu. Kalau kita merasa ummatnya, maka saya dan Abang pun sebenarnya teroris. Anak buah teroris”

”Ya nggak lah,” balas dia, ”Tapi bener ya itu memang bendera Rasulullah”

”Benar, Bang. Suer dech”

”Iya tapi kan ini Indonesia bukan negara Islam”

”Itu dia. Tadi kan saya sudah bilang. Saya hanya ingin mengembalikan bendera sebenarnya rakyat negeri ini. Bukan masalah negara Islam atau tidak Islam”

”Oh”

”Tapi jujur saja nih, Bang. Sebenarnya saya tidak punya bendera Merah Putih. Jadi saya pasang saja bendera itu” ungkap saya sambil tersenyum manis banget.

”Kenapa tidak bilang dari tadi. Tahu gitu saya pinjami punya RT”

”Ah tidak usah repot-repot Bang. Kalau pun punya, tetap tidak akan saya pasang. Saya pasang bendera yang hitam itu saja. Kan ceritanya menghormati para pejuang dulu. Hehehe...”

”Ada-ada aja si Mas ini”

Sambil tersenyum-senyum simpul, saya persilahkan Bang Asmin meminum air yang sudah saya siapkan dari tadi. Biar suasana menjadi cooling down pikir saya. Biar usus banjir. Biar airnya tidak diserobot jin yang lewat.